Bogor (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkhawatirkan makin banyaknya kyai dan ustadz yang tertarik berkiprah di panggung politik sehingga jumlah santri dan kyai di pesantren-pesantren, terutama di Pulau Jawa, makin berkurang. "Saat ini makin banyak kyai dan ustadz yang memasuki panggung politik. Yang kami khawatirkan, bukan hanya berkurangnya keberadaan ustadz di pesantren namun juga godaan fasilitas yang disediakan bagi mereka," kata Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhidin Junaedi, dalam tabligh akbar yang digelar di kampus Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Bogor, Kamis. Beberapa pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kata dia, mulai berkurang jumlah santri dan ustadznya. Menurut Muhidin, ada tiga hal yang menjadi keprihatinan ulama, yaitu dekadensi moral, ukhuwah islamiyah dan keteladanan. Dalam hal ukhuwah islamiyah, kata dia, seringkali karena perbedaan ideologi politik umat Islam saling berseteru. Sementara akibat teror moral, terjadi dekadensi moral bangsa dan ratusan ribu anak muda mati dan kehilangan jati diri, lanjut dia. Sementara itu, Ketua Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Abu Bakar Ba`asyir mengatakan, umat Islam tidak perlu takut dengan stigma Islam fundamentalis, ekstrimis atau garis keras jika ingin menegakkan syariat Islam. "Tidak apa-apa dikatakan garis keras. Katakan saja pada mereka, kamu juga kafir garis keras," kata Ba`asyir. Ia menegaskan kembali agar umat Islam tidak mudah memberi cap teroris kepada sesama muslim, meski tidak setuju dengan cara mereka dalam membela Islam. "Meski tidak setuju dengan caranya, saya yakin Imam Samudra dan kawan-kawan (terdakwa pembom Bali) bukanlah teroris tapi kontra teroris. Mereka adalah mujahid," kata dia. Menurut Ba`asyir, muslim yang membantu kafir yang sedang memerangi Islam, dengan cara apapun, bisa dikatakan murtad termasuk dengan pemberian cap teroris tersebut. Sebenarnya, kata dia, cap sebagai teroris yang dilontarkan negara-negara Barat utamanya kepada umat Islam, merupakan bentuk ketakutan akan kebangkitan umat untuk kembali ke Al Quran. Oleh karenanya, stigma teroris ini hanya bisa dihadapi dengan pembenahan sistem pengamalan Islam yang benar.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007