"Kita sebagai para pemimpin bangsa dan negara ini harus bisa melihat semua itu dengan jernih dan terbuka. Kembalikan semuanya kepada empat cita-cita seperti yang telah dirumuskan para pendiri bangsa dan negara ini," kata Zulkifli dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR, di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu.
Keempat cita-cita itu adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
"Karena itu, seluruh usaha dan daya upaya kita sebagai bangsa dan negara harus ditujukan kepada empat cita-cita tersebut," ujarnya.
Zulkifli mengatakan di tahun ke-72 kemerdekaan Indonesia, rakyat sedang menghadapi tantangan yang tidak mudah yaitu demokrasi dan kebebasan telah memberi peluang kepada siapa saja untuk melaju dan bahkan melakukan akselerasi diri atau kelompok.
Dia mengatakan di satu sisi, ada orang-orang yang frustrasi atas ketertinggalannya lalu mencari pegangan sendiri karena mengganggap apa yang disepakati bersama tak memberi perlindungan dan tidak memberi jaminan bagi dirinya untuk bisa maju bersama.
"Pada bagian ini, mereka menganggap pentingnya negara dan bangsa menekankan aspek memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," ujarnya.
Namun di sisi lain menurut dia, ada orang-orang yang sudah melampaui kesejahteraan umum dan mencapai apa yang dimaksud dengan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pihak-pihak tersebut menurut dia, berpandangan bahwa yang harus mendapat prioritas adalah masalah perlindungan bangsa dan tumpah darah Indonesia.
"Kita tidak boleh membiarkan Indonesia ini robek dan koyak. Kita tidak boleh membiarkan Pancasila dan UUD 1945 dicampakkan atau hanya menjadi simbol," ujarnya.
Politisi PAN itu menegaskan bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah kesepakatan bersama dan rujukan bersama dalam bernegara dan dalam ber-Indonesia, hal itu tidak bisa ditawar-tawar dan menjadi harga mati.
Zulkifli mengatakan selama ini bangsa ini tidak pernah mengutak-atik ideologi negara, falsafah negara, maupun ideologi negara Pancasila meskipun ada amandemen terhadap konstitusi tapi tidak pernah menyentuh Pancasila.
"Bahkan Pembukaan UUD 1945 sudah diputuskan oleh DPRGR dan MPRS agar tidak boleh diutak-atik," ujarnya.
Dia menegaskan mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti membubarkan negara dan hingga kini Memorandum DPRGR 9 Juni 1966 dan Tap MPRS No XX/MPRS/1966 tetap berlaku, belum pernah dicabut, dan tidak pernah ada yang berupaya untuk mencabutnya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017