"Di luar sana ada tanah milik Setneg, yang pernah digunakan untuk Taman Ria lalu mau dibangun mall oleh pengembangnya namun tidak jadi. Lalu lebih baik dibangun apartemen yang disewa anggota DPR, pembangunannya menggunakan dana swasta bukan dari DPR," kata Fahri di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin.
Fahri menjelaskan anggota DPR periode 2009-2014 melarang pembangunan mall yang rencananya dibangun di tanah milik Sekretariat Negara itu.
Dia mengatakan DPR mengusulkan agar dibangun apartemen yang bisa digunakan anggota DPR daripada mendirikan mall.
"Kami mengatakan setelah diskusi dengan Setneg dikusi dengan kementerian terkait daripada dibikin mall mendingan dibikin apartemen," ujarnya.
Dia menjelaskan apartemen itu nantinya bisa mengefektifkan waktu kerja Anggota DPR yang rumah tinggalnya jauh dari DPR. Selain itu menurut dia, apartemen itu bisa digunakan untuk memperketat anggaran Anggota DPR.
"Jadi nanti anggota DPR tidak perlu tinggal jauh dari DPR seperti sekarang. Orang harus punya rumah, di rumahnya ada AC, mesin cuci, setiap hari ini ribut, dan sekretariat DPR beli AC, mesin cuci dan fax, itu tidak perlu lagi," katanya.
Fahri menjelaskan usulan pembangunan apartemen itu berbeda dengan proses penganggaran pembangunan gedung baru DPR.
Menurut dia, pembangunan gedung baru DPR sudah lama dianggarkan namun dirinya tidak menerangkan kelanjutan usulan anggaran tersebut.
"Itu sudah lama dan sudah diprogramkan lama. Ya untuk Alun-alun demokrasi saja sama gedung baru DPR," ujarnya.
Fahri menjelaskan gedung kerja DPR saat ini sudah tidak cukup untuk menampung kapasitas orang yang bekerja di DPR karena saat dibangun pada 1988, gedung DPR dihuni anggota DPR tanpa staf ahli.
Namun menurut dia kondisi tersebut berbeda dengan sekarang yaitu ada 560 anggota DPR dengan staf yang banyak yaitu satu orang bisa tujuh perbandingannya.
"Belum lagi tambahnya tenaga ahli lalu muncul unit baru, satuan kerja baru, sekjen juga nambah, dan seterusnya," katanya.
Fahri menambahkan, ketika DPR sudah memiliki gedung baru, maka gedung lamanya bisa diberikan kepada DPD yang saat ini belum memiliki gedung yang representatif.
Sebelumnya, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Anton Sihombing membantah usulan kenaikan anggaran DPR mencapai Rp7,25 triliun untuk tahun anggaran 2018.
Anton menyebut DPR mengusulkan kenaikan sekitar Rp5,7 triliun untuk Satuan Kerja Dewan dan Sekretariat Jenderal DPR.
Adapun rincian dari total Rp 5,7 triliun itu, anggaran untuk Satuan Kerja Dewan sebesar Rp4 triliun dan Rp1,7 triliun untuk satuan kerja Sekretariat Jenderal DPR.
Usulan kenaikan anggaran DPR tahun anggaran 2018, kata Anton, akan dibahas setelah Presiden Joko Widodo membacakan nota keuangan pada sidang tahunan MPR-DPR-DPD pada 16 Agustus mendatang. Hasil nota keuangan itu akan dibawa dan dibahas di Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Anton menjelaskan rencananya dari total usulan kenaikan anggaran itu akan dipergunakan untuk penataan kawasan DPR seperti pembangunan apartemen bagi anggota-anggota dewan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017