Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Kamis pagi, turun tipis menjadi Rp8.820/8.825 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya sebesar Rp8.815/8.820 atau melemah lima poin. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, mengatakan aksi profit-taking masih berlanjut meski volumenya berkurang, sehingga rupiah masih terkoreksi meski relatif kecil. Hal ini terjadi karena pelaku pasar masih mencari untung setelah mata uang lokal mengalami kenaikan cukup tajam beberapa hari lalu, katanya. Rupiah, menurut dia, seharusnya mengalami kenaikan dengan membaiknya pasar saham regional yang dipicu oleh bursa Wall Street, setelah berkurangnya kekhawatiran atas pasar saham CHina yang menaikkan pajak sahamnya. "Kami tidak menyangka kekhawatiran atas pasar saham China berlangsung sangat cepat, sehingga pasar saham regional menguat," katanya. Ia mengatakan rupiah melihat situasi ini diperkirakan akan kembali menguat pada sore nanti, jika tidak ada hambatan lainnya, apabila Bank Indonesia (BI) tidak masuk pasar untuk menahan gerakan rupiah yang kembali menguat. Faktor eksternal yang mendukung rupiah cukup besar, apalagi dolar AS terhadap yen juga melemah dan stabil terhadap euro yang memicu rupiah untuk kembali naik, katanya. Dolar AS terhadap yen turun menjadi 121,51 dari sebelumnya 121,60 dan euro stabil pada 1,3430 per dolar AS, euro terhadap yen menjadi 163,20 dari 163,40. Menurut Kostaman, posisi rupiah yang sudah di atas level Rp8.800 per dolar AS sebenarnya masih cukup baik karena masih jauh di bawah level Rp9.000 per dolar AS atau di bawah target yang ditetapkan BI berkisar Rp9.000 sampai Rp9.300 per dolar AS. Namun posisi rupiah pada level saat ini mengakibatkan tarik menarik kepentingan antara eksportir dan importir semakin kuat, karena itu BI mengatakan rupiah yang stabil apabila berada pada level Rp9.000/9.300 per dolar AS, ucapnya. Kenaikan rupiah, lanjutnya, sebenarnya baik karena akan terus menekan inflasi, apalagi BI mengharapkan inflasi akan dapat turun hingga berkisar antara 3 sampai 4 persen untuk memicu pertumbuhan ekonomi nasional. Tapi banyak faktor yang menghambat pergerakan rupiah untuk menguat lebih lanjut, dan BI mengarahkan dan menyesuaikan tingkat kepentingan tersebut, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007