Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Boni Hargens menilai tuduhan terhadap Presiden Joko Widodo sebagai diktator sangat tidak berdasar dan beralasan, sehingga ia menyebut para penuduh merupakan orang-orang tidak paham demokrasi.

"Yang tuduh Jokowi diktator itu mereka yang tidak paham demokrasi. Ketegasan Jokowi seperti dalam isu HTI adalah pilihan yang menyelamatkan bangsa dan negara. Itulah makna dari strong leadership," kata Boni dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Boni menilai dalam isu pembubaran HTI, seharusnya bisa dieksekusi oleh Kepolisian RI pada 2013 silam jika saja ada ketegasan dan dorongan politik yang kuat dari rezim berkuasa saat itu.

"Demokrasi bukan soal menyenangkan semua orang melainkan soal memperjuangkan kemaslahatan banyak orang dan itulah yang dilakukan Jokowi. Ia adalah demokrat sejati," pungkasnya.

Jokowi, menurut Boni merupakan Presiden yang tidak memikirkan citra dirinya, melainkan pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.

"Itulah yang menjelaskan mengapa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentan Ormas berani diteken presiden tanpa tedeng aling-aling," tandas dia.

Jokowi adalah presiden pekerja keras, lanjut Boni, yang bahkan dari wajahnya publik bisa melihat wajah populis dan wajah orang yang memikirkan rakyat.

"Ia bukan presiden yang senang membuang waktu dengan kuda atau doyan berpidato di depan kamera demi pencitraan yang palsu. Ia lebih suka turun ke bawah, bekerja untuk rakyatnya," ungkapnya.

Boni pun menduga tuduhan Jokowi sebagai diktator merupakan bagian dari strategi politik lawan-lawannya. Namun, dia sangat menyayangkan tuduhan yang tak berdasar seperti itu karena akan merusak demokrasi dan tidak memberikan pelajaran politik yang baik untuk bangsa Indonesia ke depannya.

"Mereka yang menuduh Jokowi diktator justru para psikopat yang menikmati fitnah karena menganggap fitnah sebagai strategi politik yang ampuh untuk menjatuhkan lawan," pungkas dia.


(baca: Jokowi: dulu dibilang presiden "klemar-klemer", sekarang tegakkan UU dibilang diktator)

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017