"Dari keterangan beberapa saksi seperti rekan korban yang saat itu menyaksikan, SR dan DR sempat berkelahi. Bahkan DR pun mengakuinya kepada guru," katanya di Sukabumi, Kamis.
Namun ia belum bisa menyimpulkan kematian korban yang merupakan warga Kampung Citiris, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan ini akibat perkelahian. Pihaknya masih mensinkronisasikan antara keterangan saksi dan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP).
Dari hasil autopsi yang dilakukan dokter forensik ada bekas luka lecet akibat benturan di pelipis tetapi bukan penyebab kematian korban. Selain itu, pembuluh darah otak korban pun ada kelainan yakni Aneurisma, sehingga saat terjadi benturan pembuluh darah tersebut pecah.
Maka dari itu, keterangan saksi ahli ini juga akan dijadikan acuan dan saat ini kedokteran forensik tengah menganalisa histopatologi dan hasilnya akan baru keluar dua minggu kemudian.
Menurutnya, untuk mengungkap kasus ini pihaknya juga menggandeng berbagai pihak apalagi korban dan anak yang berhadapan dengan hukum ini masih di bawah umur sehingga butuh pendampingan agar tidak tertekan saat dimintai keterangan.
Ia pun mengimbau seluruh elemen masyarakat agar tidak percaya dengan berbagai isu yang belum tentu kebenarannya, karena saat ini polisi masih terus bekerja secara profesional.
"Dalam penanganan kasus ini kami juga menggunakan Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak salah satunya berkoordinasi dengan Balai Permasyarakatan (Bapas)," katanya.
Pewarta: Aditya A Rohman
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017