Surabaya (ANTARA News) - Komandan Korps Marinir (Dankormar), Mayjen (Mar) TNI Syafzen Noerdin, menyatakankan bahwa penembakan yang dilakukan anggotanya hingga menyebabkan empat orang warga sipil tewas di Grati, Pasuruan, Jawa Timur (Jatim), untuk membela diri. "Waktu itu anggota kami betul-betul terdesak, sedangkan warga mengejar anggota Marinir menggunakan celurit dan lemparan batu. Tembakan itu dilakukan, karena betul-betul membahayakan," katanya kepada wartawan di markas Pasukan Marinir (Pasmar) I Surabaya, Rabu sore. Ia menceritakan kronologis peristiwa itu, yang dimulai dari kegiatan patroli rutin oleh 13 anggota Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Marinir di Grati, Rabu sekira pukul 08.00 WIB, setelah mereka melakukan apel pagi. Ke-13 personel yang dipimpin Letda (Mar) Budi Santoso itu melakukan patroli rutin secara berjalan kaki. Sekira pukul 09.30 WIB, mereka melintas di Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, yang masih berada di areal Puslatpur. Mereka melihat warga bergerombol dan mencurigakan, sehingga Letda Budi dan anggotanya berinisiatif mendatangi warga untuk menanyakan apa maksudnya bergerombol. Setelah diberi pengertian, agar tidak berunjuk rasa, karena masalah tanah Puslatpur sudah ada yang mengurusi, tim patroli melanjutkan perjalanan. "Tapi, kira-kira berjalan sekitar tujuh hingga 10 menit, muncul banyak orang yang beringas membawa celurit, batu dan kayu. Mereka berteriak maju ke arah kami. Situasinya tegang karena ada anggota yang dikejar. Bahkan, Kopral Totok sudah hampir terkena celurit dari bekalang," kata Syafzen. Warga, ucap Safzen, juga melempar anggotanya dengan batu, sehingga tercatat lima orang mengalami luka-luka. Mereka adalah Kopda Warsin, Kopda Halim, Serda Abdurrahman, Pratu Suyatno, dan Praka Satiman. Sementara itu, dari warga, selain empat tewas, enam orang luka-luka yang dirawat di Rumah Sakit (RS) Bangil dan RSSA Malang. Menurut Safzen, saat penyerangan itu, anggotanya memberikan tembakan peringatan beberapa kali ke udara. Namun tidak digubris. Malah ada yang mengomando agar terus maju dengan mengatakan bahwa yang ditembakkan oleh Marinir adalah peluru hampa. "Karena terus menyerang, anggota saya menembak ke tanah dengan harapan kepulan debunya diketahui oleh warga bahwa peluru itu beneran, bukan hampa. Tapi mereka terus menyerang. Kemungkinan pantulan peluru itu yang terkena warga karena lokasi di situ memang berbatu-batu," tuturnya. Menurut Safzen, pada peristiwa itu 10 orang anggotanya membawa senjata laras panjang dan dua orang membawa pistol sementara komandan timnya, Letda Budi tidak membawa senjata. Ia membantah adanya anggapan bahwa saat kejadian itu anggotanya mendatangi rumah-rumah warga dan melakukan penembakan langsung. Menurut dia, anggotanya justru sangat terdesak, sehingga tidak mungkin masuk ke rumah-rumah. "Saya sangat menyesal atas kejadian ini, karena selama ini Marinir selalu dekat dengan rakyat. Dekat dan selalu membela rakyat. Itu merupakan visi dari prajurit Marinir," katanya menambahkan. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007