"Dengan mencampur tanaman Lamtoro minimal 12 persen dan tidak lebih dari 60 persen dalam ransum ternak, maka paling tidak bisa menurunkan tingkat gas rumah kaca hingga 21 persen. Secara umum, tanaman legum dapat menjadi substitusi material yang berfungsi sama seperti adanya lamtoro dalam ransum," kata Bambang dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, usulan tersebut merupakan langkah cepat dan masif yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan seluruh peternak.
Ia menjelaskan, pakan ternak berserat dan rendah nurisi akan memacu produksi metana (baik oleh bakteri metanogenik maupun protozoa) sehingga menyumbang peningkatan GRK.
Dengan demikian, tingginya produksi metana ini juga representasi kehilangan energi pada ternak, yang berarti juga kerugian ekonomi.
"Sekitar 15-20 persen hasil pemanasan iklim disebabkan oleh metana. Karena itu, upaya penurunan GRK dari sektor peternakan menjadi sangat penting diwujudkan melalui sistem produksi yang ramah lingkungan," terang Bambang.
Karenanya, Bambang memaparkan bahwa keberadaan Lamtoro yang juga merupakan sumber protein dan tannin pada pakan, dapat mempengaruhi bakteri rumen pada ternak, sehingga produksi metana pada ternak memiliki kemungkinan untuk dikurangi.
Hal tersebut karena penggunaan Lamtoro dan atau Legum pada umumnya juga dapat berdampak kepada potensi peningkatan produksi propionate.
"Mengurangi metana dan meningkatkan propionat akan mempengaruhi produktivitas karena propionat memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kuantitas produksi daging dan susu dibandingkan asetat," jelasnya.
Selanjutnya, tambah dia, peningkatan rumen propionat lebih bermanfaat dalam meningkatkan penggunaan energi fermentasi karena mengurangi karbon yang akan hilang dalam bentuk metana.
Pada gilirannya, pengurangan produksi metana akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrisi pakan di dalam rumen, sehingga meningkatkan produktivitas.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017