"Sampai sekarang keputusannya hanya untuk S2 saja karena kami mau mendanai sebanyak mungkin mahasiswa agar bisa berangkat studi ke Inggris," ujar Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Moazzam Malik dalam peluncuran beasiswa Chevening tahun ajaran 2018/2019 di Jakarta, Selasa.
Lama studi pascasarjana yang relatif singkat di Inggris, yakni satu tahun menjadi alasan kuat bagaimana beasiswa Chevening bisa mendatangkan manfaat bagi lebih banyak individu muda potensial.
Untuk tahun ajaran 2017/2018, Pemerintah Inggris memberikan beasiswa kepada 73 warga Indonesia dan Timor Leste dari total 4.000 pendaftar beasiswa Chevening.
Angka ini diharapkan akan bertambah dalam tahun-tahun ke depan seiring dengan kerja sama yang berusaha dibangun oleh Pemerintah Inggris dengan beberapa sponsor seperti University of Warwick dan Coventry University.
"Sebanyak 73 orang yang akan berangkat tahun ini merupakan salah satu rombongan paling banyak dibandingkan penerima beasiswa Chevening dari negara lain," kata Moazzam.
Lewat skema beasiswa yang kembali dibuka pendaftarannya hingga 7 November 2017, warga Indonesia tidak hanya mendapat kesempatan memperluas wawasan akademik dan mengembangkan karir, tetapi juga menjadi bagian masyarakat global bersama dengan 48.000 alumni Chevening dari berbagai belahan dunia.
Salah satu alumni beasiswa Chevening, Ulung Putri, mengaku studinya di Inggris sangat membuka wawasannya sebagai seorang jurnalis.
"Inggris itu masyarakatnya sangat multikultural. Kita bisa belajar hidup bersama dengan orang-orang dari berbagai negara, latar belakang ras, agama, dan gaya hidup," kata lulusan master Media and Communication Brunel University, London.
Perempuan yang kini bekerja sebagai produser di Kompas TV itu melihat Inggris sangat terbuka bagi orang-orang yang menyukai tantangan dan memiliki pemikiran kreatif.
Pewarta: Yashinta DP
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017