Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan fokus kebijakan kelestarian sumber daya perairan nasional, seperti larangan penangkapan benih lobster, adalah agar komoditas itu juga bisa dinikmati oleh generasi mendatang.
"Masyarakat harus diberikan edukasi sejak dini sehingga sumber daya lobster bisa dinikmati anak cucu kita pada masa depan," kata Dirjen Perikanan Budi Daya KKP, Slamet Soebjakto, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, hal tersebut juga berdasarkan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bahwa paradigma pemanfaatan sumber daya sektor kelautan dan perikanan harus diubah.
Perubahan tersebut, lanjut dia, adalah dengan tidak lagi eksploitatif, tetapi harus terukur serta lebih mengedepankan prinsip keberlanjutan yang juga telah menjadi sebuah paradigma global.
Slamet bersama jajaran pemerintah daerah, himpunan nelayan, dan asosiasi pembudi daya, serta penangkap lobster juga telah melakukan penebaran perdana benih ikan laut di Lombok Timur, NTB, Senin (7/8).
Dirjen Perikanan Budi Daya KKP mengatakan bahwa kegiatan itu mengawali realisasi program bantuan usaha budi daya ikan sebagai kompensasi bagi eks penangkap benih lobster yang terdampak Permen KP No. 56/2016.
Penebaran perdana itu dilakukan dengan total ikan yang ditebar sebanyak 33.700 ekor, masing-masing untuk ikan bawal bintang sebanyak 21.700 ekor dan ikan kerapu sebanyak 12.000 ekor.
Selanjutnya, secara bertahap dijadwalkan segera dilakukan penebaran benih dan penanaman bibit rumput laut bagi seluruh penerima bantuan usaha budi daya di Lombok.
Sebanyak 2.246 paket untuk berbagai jenis usaha budi daya, yaitu budi daya rumput laut 728 paket, budi daya ikan bawal bintang 655 paket, budi daya ikan kerapu 580 paket, budi daya bandeng 40 paket, budi daya udang vaname 20 paket, budi daya lele 209 paket, budi daya nila sebanyak 14 paket, serta perahu untuk sarana angkut rumput laut sebanyak 71 unit.
"Sejak awal, KKP berkomitmen untuk memberikan kompensasi. Tebar perdana ini menandai dimulainnya produksi budi daya," ujarnya.
Untuk itu, dia berharap para pembudi daya juga mulai berpikir ke depan dan berkomitmen untuk menjalankan usaha tersebut sebaik-baiknya.
Slamet menegaskan bahwa setiap regulasi untuk kepentingan jangka panjang masyarakat. Untuk itu, dia menilai polemik yang saat ini muncul merupakan hal biasa, yang terpenting pemerintah tidak akan tinggal diam dan tetap bertanggung jawab untuk menjamin kondisi ekonomi masyarakat tetap baik.
Sementara itu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Barat memaklumi pemberlakukan Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 terkait dengan larangan menangkap dan memperdagangkan benih lobster merupakan upaya pemerintah dalam menjamin aspek keberlanjutan biota laut tersebut.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) Amin Abdullah di Lombok Timur, Senin (7/8), juga mendorong pemerintah untuk tetap berkomitmen dalam membantu masyarakat eks penangkap benih lobster dalam memberikan alternatif usaha di bidang perikanan berdasarkan keinginan dan usulan warga.
Amin Abdullah juga menginginkan pemerintah betul-betul melakukan pengawalan dengan baik agar bantuan tersebut tepat sasaran.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017