Depok (ANTARA News) - Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana, menegaskan pemerintah Austalia harus menyampaikan permohonan maaf, terkait insiden pemanggilan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso untuk hadir dalam sidang di Pengadilan New South Wales, Australia, dalam kasus "Balibo Five" pada 1975 di TimorTimur, "Kedubes Australia di Jakarta harus meminta maaf kepada rakyat Indonesia atas kejadian yang tidak menyenangkan tersebut," kata Hikmahanto, ketika dihubungi ANTARA, di Depok, Rabu. Ia mengatakan pemerintah Indonesia juga harus mengeluarkan surat protes terhadap pemerintah Australia atas kejadian tersebut. "Deplu harus secepatnya melayangkan surat protes," kata Hikmahanto Juwana, yang baru saja terpilih menjadi salah satu anggota panitia seleksi calon pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu. Menurut dia, permohonan maaf dari pemerintah Australia perlu dilakukan untuk menjaga hubungan baik antar kedua negara maupun people to people (orang per orang). "Ini untuk menghindari reaksi keras dari rakyat Indonesia ataupun tindakan balasan terhadap warga Australia di Jakarta," kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Ia khawatir jika pemerintah Australia tidak meminta maaf kepada pemerintah Indonesia, maka rakyat Indonesia akan bereaksi keras dengan caranya sendiri-sendiri. Seharusnya, kata dia, pemerintah Australia jika ingin memangggil Sutiyoso terkait tuduhan pelanggaran HAM di Timtim harus menyiapkan surat pemanggilan tersebut sebelum Gubernur DKI Jakarta bertolak ke Australia. Peristiwa ini, menurut dia, menandakan kurang sensitifnya lembaga yudikatif Australia dalam menangani kasus yang melibatkan warga negara asing, terlebih di Austalia sendiri ada UU Kekebalan bagi para pejabat asing, sehingga tidak bisa langsung seperti itu meminta warga asing agar hadir dalam persidangan. "Lemabaga yudikatif dan eksekutif Autralia harus introspeksi diri terhadap kejaidan tersebut," katanya. Menurut dia, agar kejadian tersebut tidak terulang, seharusnya pemerintah Indonesia harusnya menyediakan tempat atau wisma di luar negeri kepada pejabat militer yang pernah bertugas di Timtim. "Pemerintah Indonesia seharusnya menyediakan wisma kepada para pejabat militer yang pernah bertugas di Timtim," katanya. Kejadian ini juga pernah menimpa Sintong Pandjaitan dan Jhony Lumintang di Amerika Serikat (AS), dimana keduanya langsung meninggalkan negara AS. Kasus HAM yang terjadi di Timtim pada masa lalu, katanya, di luar negeri sampai saat ini masih dinyatakan belum selesai, sehingga akan terus dipermasalahkan. "Untuk itu, pemerintah Indonesia harus mengantisipasi agar kejadian tersebut tidak terulang kembali," kata Hikmahanto Juwana. (*)
Copyright © ANTARA 2007