Surabaya (ANTARA News) - Sastrawan Surabaya, Shoim Anwar, mengemukakan bahwa di tengah kondisi bangsa yang sedang karut marut atau "keriting" saat ini memerlukan karya sastra "rebounding" yang mencerahkan masyarakat. "Sastra `rebounding` adalah karya sastra yang memberikan solusi dan justru tidak memberikan persoalan baru bagi bangsa ini," kata cerpenis yang juga dosen sastra di sebuah perguruan tinggi di Surabaya itu kepada ANTARA News, Selasa. Kenyataannya, menerut dia, dalam 10 tahun terakhir, peta sastra Indonesia banyak diisi oleh kaum perempuan dengan memunculkan tema besar, yakni masalah gender yang selalu bertolak dari masalah-masalah seks. Karena itu, menurut dia, kemudian perlu dipertanyakan sumbangan apa yang bisa diberikan para sastrawan perempuan dengan karya yang dikenal sebagai sastra "lendir" itu, terhadap pembangunan karakter bangsa ini. "Memang dari dulu karya yang berbau seks itu selalu laku. Tapi tanggung jawab pengarang mau diarahkan kemana dalam proses kreatif ini?. Memang kemungkinan hal itu muncul, karena ada kejenuhan dari kondisi saat ini," ujarnya., Menurut Shoim, sebetulnya kemunculan perempuan Indonesia dengan karya seksnya itu, hanya ingin menunjukkan "taringnya" bahwa mereka juga berani menulis dengan tema-tema seperti itu. "Padahal, sebelum era reformasi, banyak sekali karya sastra yang mengangkat tema-tema politik. Tapi, sekarang justru sepi," paparnya. Sementara itu, Sirikit Syah selaku penulis perempuan mengemukakan bahwa seni, termasuk sastra tidak bisa bebas nilai. Karena itu, seorang pekerja seni tidak bisa mengatakan bahwa karyanya tidak bisa dikiritik dari sisi etika dan moral. "Produk kesenian harus bisa diterima oleh masyarakatnya," ujar mantan wartawan yang kini dosen di Sekolah Tinggi Komunikasi Surabaya (Stikosa)-Almamater Wartawan Surabaya (AWS) itu. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007