Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) menghukum mati sembilan terdakwa kasus pabrik ekstasi terbesar di Asia yang berlokasi di Cikande, Tangerang. Juru bicara MA, Djoko Sarwoko, di Gedung MA di Jakarta, Selasa, mengatakan, dari sembilan terpidana mati itu, dua orang adalah Warga Negara Indonesia (WNI), lima warga negara Cina, satu warga negara Belanda, dan satu warga negara Perancis. Dua WNI, Benny Sudrajat alias Tandi Winardi (58), beserta Iming Santoso alias Budhi Cipto (60), dihukum mati karena kepemilikan pabrik berkapasitas 5000 butir per hari di daerah Cikande tersebut. Sedangkan lima warga Cina, Zhang Manquan (42), Chen Hongxin (36), Jian Yuxin (37), Gan Chunyi (43), dan Zhu Xuxiong (35), dihukum mati karena peran mereka sebagai teknisi pabrik. Warga Belanda, Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick (61), dan warga Perancis, Serge Areski Atlaoui (43), dihukum mati karena perannya sebagai ahli peracik ekstasi di pabrik tersebut. Para terdakwa dijerat dengan pasal 59 ayat 1 b jo ayat 2 UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Selain menghukum mati sembilan terdakwa kasus pabrik ekstasi tersebut, MA menjatuhkan hukuman 20 tahun kepada tiga terdakwa lain dalam kasus yang sama, yaitu Samad Sani alias Agus alias Atjai (40), Arden Christian alias Kevin Saputra (25), dan Hendra Raharja (37). Mereka tidak dijatuhkan hukuman mati mengingat peran Samad dan Arden hanya sebagai juru bayar, sedangkan Hendra hanya sebagai pembantu umum. Djoko mengatakan, putusan yang terdiri atas empat berkas perkara itu diputuskan oleh majelis hakim agung yang sama pada Selasa, 29 Mei 2007. Namun, Djoko menolak untuk menyebutkan nama majelis hakim kasasi yang memutuskan perkara tersebut dengan alasan keamanan. "Nama majelis hakim agung yang memutus perkara ini dirahasiakan mengingat kejahatan ini sifatnya serius dan terorganisasi secara internasional," katanya. Pada pengadilan tingkat pertama, PN Tangerang sudah menjatuhkan hukuman mati kepada Benny dan Iming pada 6 November 2006. Putusan itu diperkuat oleh PT Banten pada 16 Januari 2007. "Putusan itu diperkuat lagi oleh MA karena kasasi para terdakwa ditolak," kata Djoko. Sedangkan vonis untuk tujuh warga negara asing yang dihukum mati, MA memperberat hukuman yang mereka terima di tingkat banding. Pada 6 November 2006, PN Tangerang menjatuhkan hukuman masing-masing 20 tahun kepada lima warga negara cina yang berperan sebagai teknisi. Hukuman itu diperkuat oleh PT Banten pada 17 Januari 2007. Namun, MA memperberat hukuman untuk kelimanya menjadi hukuman mati. Warga negara Belanda, Nicolaas Garnick, serta Serge Areski yang warga negara Perancis oleh PN Tangerang pada 6 November 2006 dihukum penjara seumur hidup. Hukuman itu dikuatkan pada tingkat banding oleh PT Banten pada 17 Januari 2007. Oleh MA, hukuman keduanya juga diperberat menjadi hukuman mati. Djoko menjelaskan, pertimbangan MA untuk memperberat hukuman bagi sembilan terdakwa itu menjadi hukuman mati, karena kejahatan yang mereka lakukan dinilai sebagai kejahatan serius yang mengancam moral bangsa Indonesia. Selain itu, kejahatan yang mereka lakukan sudah termasuk kejahatan terorganisir secara internasional yang menjadi perhatian masyarakat internasional. Terdakwa yang dijatuhi hukuman mati, kata Djoko, oleh MA dinilai sebagai pelaku intelektual dari kejahatan kepemilikan pabrik ekstasi di Tangerang. "MA memandang kejahatan yang mereka lakukan sangat serius dan oleh karena itu pantas dijatuhi pidana mati, pidana yang setimpal dengan perbuatan mereka," ujarnya. Petikan putusan perkara pabrik ekstasi di Tangerang itu, kata Djoko, akan segera dikirim ke PN Tangerang. Setelah PN Tangerang menerima salinan tersebut, Djoko menambahkan, maka kejaksaan harus melakukan eksekusi atas putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007