Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan berbagai sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian perubahan iklim di Indonesia belum terserap sepenuhnya.

"Nanti ada green sukuk untuk pendanaan pengendalian perubahan iklim. Ada banyak BUMN dan BUMD yang bisa dimintai CSR untuk perbaikan lingkungan termasuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla)," kata Mardiasmo dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2017 di Jakarta, Kamis.

Mardiasmo juga mengatakan banyak sumber dana lain yang bisa dimanfaatkan untuk lingkungan dan perubahan iklim, di antaranya dana transfer, dana Dekonsentrasi dan dana Tugas Perbantuan termasuk hibah luar negeri untuk pendanaan lingkungan seperti Green Climate Fund.

"Tiap kabupaten/kota juga mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang lingkungan dan bidang kehutanan dari KLHK yang dapat dialokasikan untuk program perubahan iklim," ujar dia.

Namun demikian, menurut Mardiasmo, Pemerintah Daerah (Pemda) hingga saat ini belum memanfaatkan anggaran reboisasi Rp7 triliun yang telah diberikan melalui DAK yang terdapat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.

Ia mengatakan bahwa DAK dari pandangan fiskal ada dua, yakni untuk lingkungan dan kehutanan. "Nanti kita minta masukan daerah, kriteria DAK seperti apa ke depan. Kita maunya reformulasi kehutanan dan lingkungan atau perubahan iklim ada di sana," kata dia.

Ia juga mengingatkan agar dana yang telah disalurkan segera dipakai secara optimal untuk mendukung lingkungan dan pengendalian perubahan iklim, selain juga menjadi insentif sektor kehutanan yang masih rendah menyumbang pertumbuhan ekonomi.

Dalam diskusi yang dimoderatori Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya terkait pendanaan perubahan iklim tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro juga mengatakan bahwa di akhir tahun anggaran posisi uang pemerintah di perbankan mencapai Rp100 triliun yang belum terserap dan kembali ke negara dalam bentuk Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA).

Ia berpesan agar setiap instansi di pemerintah pusat, provinsi, dan daerah dapat mencermati anggaran SiLPA tersebut, yang dapat dialokasikan untuk mendukung pengendalian perubahan iklim.

"Banyak anggaran yang hanya dipakai untuk operasional, alangkah baiknya anggaran tersebut dipakai untuk perubahan iklim," kata Bambang.

Pemerintah Indonesia telah melakukan Ratifikasi Paris Agreement atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.

Secara konkret, Indonesia telah mempertegas komitmen dalam dokumen "Nationally Determined Contribution" (NDC) dengan muatan pokok target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen pada tahun 2030 dengan kondisi "business as usual", atau 41 persen dengan kondisi dukungan kerja sama teknis luar negeri.

Komposisi target penurunan emisi GRK terbesar dari sektor hutan dan lahan/ekosistem (17,2 persen), kemudian sektor energi (11 persen), limbah (0,38 persen), pertanian (0,32 persen), serta industri dan pabrik (0,10 persen).

Pewarta: Virna P
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017