"Menurut saya, diatur letaknya, misalnya yang ditaruh di dekat stasiun, jangan bertumpuk," kata Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia, Muslich Zainal Asikin, saat diskusi bersama INDEF di Jakarta, Kamis.
Salah satu caranya, menurut dia, adalah mengatur letak di mana letak pangkalan angkutan konvensional dan angkutan daring di dekat terminal atau stasiun.
Ia menyoroti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26/2017 tentang angkutan online yang berlaku mulai Juli lalu, antara lain mengatur tarif batas bawah dan atas.
Menurut dia, angkutan online dipakai karena penyedia jasa dan konsumen sama-sama menyukai layanan tersebut, misalnya bila dilihat dari segi keamanan.
Ia mencontohkan meskipun di sejumlah tempat angkutan online dilarang masuk ke stasiun atau terminal, konsumen mau berjalan beberapa meter untuk menunggu ojek atau taksi daring.
"Itu berarti penyedia dan pemakai jasa sama-sama happy," kata dia.
Dengan mengatur operasional angkutan online dan konvensional seperti itu, dapat disebut "meningkatkan pelayanan kepada pemangku kepentingan, masyarakat".
Menurut dia, peraturan yang berlaku perlu perbaikan, misalnya mengenai tarif dan kuota.
Sementara itu, pokok yang perlu ada dalam peraturan tersebut adalah mengenai keselamatan, seperti KIR, usia kendaraan serta persyaratan untuk pengemudi.
Mengenai pelayanan terhadap konsumen, pengemudi angkutan daring memiliki penilaian langsung dari konsumen dan pemakai jasa dapat langsung melayangkan protes bila pelayanan tidak memadai.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017