Nganjuk (ANTARA News) - Pelaku aborsi di Kecamatan Tanjung Anom, Nganjuk, Jawa Timur, dr WB mematok tarif sekitar Rp7 juta untuk sekali melayani aborsi.

Dalam menjalankan usahanya itu, menurut Kasat Reserse dan Kriminal Polres Nganjuk AKP Gatot Setyo Budi, WB dibantu SMY, yang bertindak sebagai perantara sekaligus negosiator, dengan pembagian pendapatan 60 persen dan 40 persen.

Uang tersebut dibayarkan pasien sebelum aborsi dilakukan. Namun, harga tersebut juga bervariasi, tergantung kesepakatan.

Sementara pasien aborsi yang ikut tertangkap basah dalam penggerebekan oleh Polres Nganjuk itu, DSB, mengaku nekad melakukan aborsi karena belum siap memiliki anak. Ia ikut program KB, tapi ternyata sudah hamil sejak Juni 2017.


(Baca juga: Pelaku aborsi Nganjuk bukan dokter kandungan)

"Dari penagakaun yang menggugurkan kandungan, dia menjalankan program KB tapi kebobolan mulai Juni lalu, jadi ini masuk tiga bulan dan pasangan itu sepakat menggugurkan kandungannya," kata AKP Gatot.

Polisi menetapkan seluruh yang terlibat dalam praktik ilegal itu sebagai tersangka, termasuk perempuan yang aborsi tersebut.

Namun, DSB masih mengalami pendarahan pascaaborsi sehingga ia harus menjalani perawatan di RS Bhayangkara, Nganjuk.

Polisi akan menjerat dengan Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.


(Baca juga: Polisi temukan janin dalam plastik dalam penggrebekan aborsi Nganjuk)

Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko dan Asmaul Chusna
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017