Cirebon (ANTARA News) - Ratusan hektar tanaman ubi jalar di Kecamatan Cilimus dan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jabar, diserang hama wereng dan lanas sehingga kualitas produksi dan kuantitas produksi ubi daerah ini dipastikan turun, demikian pantauan ANTARA, Selasa. Sejumlah petani mengungkapkan, perubahan suhu yang mendadak dari dingin ke panas dan kembali ke dingin secara mendadak menyebabkan ubi jalar terserang hama lanas yaitu sejenis kumbang sehingga rasa umbi akan menjadi pahit. Sementara serangan wereng, menurut Epan (33), petani Desa Sampora, Cilimus, menyebabkan ubi menjadi kelas apkir karena tidak bisa matang atau tetap keras walaupun sudah dikukus. "Akibat hama itu produksi ubi menurun antara 20 sampai 25 persen, dengan kualitas yang apkir meningkat dari dua persen menjadi tujuh persen," katanya. Ia mengaku dari luas areal 200 bata (2.800 meter persegi) hanya mendapat 3,5 ton, padahal sebelumnya bisa mencapai 4,5 ton, sementara harga jual juga sudah satu bulan anjlog pada kisaran Rp900 sampai Rp1.000 per kilogram, padahal harga normal sekitar Rp1.500 per kilogram. "Kalau dihitung tenaga dan biaya panen, saya terhitung rugi," katanya. Sementara Jaja, petani lain mengungkapkan, akibat banyaknya yang apkir maka pendapatan petani menurun karena harga jual dibagi tiga yaitu kualitas super untuk dikirim ke kota besar sebesar Rp900 per kilogram, kualitas sedang untuk pasaran lokal Rp700 per kilogram dan kualitas apkir seperti yang terkena kedua hama tadi sebesar Rp300 per kilogram. "Bulan yang lalu harga di tingkat petani masih Rp1.300 per kilogram, dan sebulan terakhir terus turun sampai sekarang Rp900 per kilogram," katanya. Ia menjelaskan, serangan lanas dimulai dari kumbang yang menyerang daun ubi, lalu bertelur di pangkal batang dan telur kumbang itu menetas menjadi larva yang dikenal sebagai cylas formanicarus, ulat yang menyebar masuk ke umbi sehingga umbi terlibat berlubang, berbau dan pahit. Berkaitan dengan penanggulangan wereng, sejumlah petani mengaku telah menggunakan berbagai pestisida namun wereng itu sulit diberantas bahkan semakin banyak. "Baru tahun ini serangan wereng begitu ganas, biasanya hanya serangan ringan dan petani tidak sampai menggunakan pestisida," kata Rosyid, petani di Desa Bandorasa Kulon.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007