"Garam halus kami biasa dipasok dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah, namun karena di sana kosong, kami beralih ke Makassar. Itu pun garam kasar," kata pengusaha garam halus bermerk "Agung Sebayu", Ratih (42), di Bekasi, Sabtu.
Kegiatan usaha pengemasan garam di Kampung Bekasi Jati RT01/RW26, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, telah berjalan sejak sembilan tahun lalu.
Ratih selama ini mengerahkan enam pegawainya untuk mengemas garam dan tujuh pegawai distribusi ke sejumlah warung di Kota Bekasi.
Namun kelangkaan pasokan garam halus yang berlangsung sejak beberapa pekan terakhir membuat dirinya terpaksa mengurangi jumlah pegawai demi mengantisipasi kerugian usaha.
"Mesin pengemasan garam halus saya sudah tidak terpakai. Saya juga sudah mengurangi pegawai yang mengemas garam menjadi dua orang dan yang mengirim ke warung jadi empat orang," katanya.
Bahkan Ratih pun terpaksa ikut turut tangan mengemas garam bersama dua pekerjanya untuk menjaga kelancaran distribusi.
Menurut dia, kelangkaan garam halus di daerah Pati karena para petani di sana mengalami gagal panen, sementara pasokan dari daerah Makassar juga terbatas jumlahnya.
"Di Pati tidak ada panen, di sana hujan terus. Sekarang kami jual garam kasar saja," katanya.
"Kondisi itu pun membuat harga garam kasar di Kota Bekasi mengalami kenaikan harga cukup signifikan dari situasi normal.
"Dari Rp75 ribu per kwintal, sekarang sudah Rp275 ribu per kwintal," katanya.
Mahalnya harga garam itu memicu sejumlah konsumen beralih kepada merk lain yang lebih murah.
"Tentunya ini berpengaruh pada penghasilan saya. Sekarang paling banyak mengantongi untung Rp5 ribu per karung, padahal biasanya bisa sampai Rp30 ribu per karung," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017