Jakarta (ANTARA News) - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengalami kerugian bersih mencapai Rp1,928 triliun turun 60,8 persen dibandingkan kerugian tahun 2005 yang mencapai Rp4,921 triliun. Menurut Direktur Utama PLN, Edi Widiono, pada konferensi pers di Jakarta, Senin, penurunan kerugian akibat dari penyesuaian yang semakin membaik terhadap kondisi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dua tahun lalu, meski dampaknya masih terasa. Dalam laporan PLN yang diterima wartawan pada konferensi pers tersebut, PLN mengalami kerugian usaha sebesar Rp502 miliar. Hal ini berbeda dengan tahun 2005 meski kerugian bersih PLN mencapai Rp4,921 triliun namun perusahaan listrik milik negara tersebut mampu membukukan laba operasional Rp520 miliar. PLN dalam laporannya menyatakan, memiliki pendapatan usaha Rp104,742 triliun atau meningkat 36,8 persen dibandingkan tahun 2005 yang mencapai Rp76,543 triliun. Sedangkan pendapatan pelanggan mencapai Rp70,735 triliun pada 2006 atau meningkat 11,84 persen dibandingkan tahun 2005 yang mencapai Rp63,246 triliun. Pendapatan pelanggan tersebut didukung oleh sektor rumah tangga sebesar Rp25,034 triliun atau meningkat 7,95 persen dibandingkan 2005 yang mencapai Rp23,189 triliun. Sektor usaha dan bisnis menyumbang Rp14,155 triliun pada 2006 meningkat 19,69 persen dibandingkan 2005. Sektor industri mendukung Rp27,080 triliun tahun 2006 meningkat 11,94 persen dibandingkan tahun 2005 yang mencapai Rp24,19 triliun, serta sektor umum yang menyumbang pendapatan Rp4,465 triliun meningkat 10,46 dibandingkatan tahun 2005 yang mencapai Rp4,042. Namun demikian, meski pendapatan PLN mengalami peningkatan namun beban usaha PLN juga mengalami kenaikan sebesar 38,41 persen dari Rp76,024 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp105,228 triliun pada tahun 2006. Kondisi inilah yang mengakibatkan kerugian operasional PLN tahun 2006 mencapai Rp502 miliar. Sementara itu Direktur PLN Niaga dan Pelayanan Pelanggan Sunggu Anwar Aritonang mengatakan bahwa pada penurunana kerugian sebesar 60,8 persen pada tahun 2006 dibandingkan 2005 didukung oleh adanya keuntungan tak teduga serta renegosiasi utang dengan swasta. "Pada 2006 kita memperoleh `windfall profit` dari perubahan nilai kurs mata uang sebesar Rp1,7 triliun," kata Sunggu. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007