"Persoalan krisis garam akibat dampak cuaca ekstrem seharusnya dapat diprediksi dengan cara yang inovatif dimana selama ini pemerintah tidak pernah berupaya serius memperbaiki kebijakan dan aksi pengelolaan komoditas pergaraman nasional," kata Wakil Sekjen KNTI Niko Amrullah dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, mandat UU No. 7 Tahun 2016 kepada pemerintah untuk melakukan perlindungan dan pemberdayaan petambak garam kecil tidak pernah dirasakan dengan tiadanya peta jalan perlindungan dan pemberdayaan petambak garam.
Krisis garam nasional tejadi secara berulang setiap tahunnya yang bermula tata kelola yang buruk dari komoditas garam.
Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada lima tahun (2011-2015) luas lahan tambak garam rakyat menunjukkan peningkatan rata-rata 1,98 persen setiap tahunnya, namun produktivitas mengalami penurunan dari 89,72 ton per hektare menjadi 84,20 ton per hektare.
Lebih parah, pada tahun 2013, produktivitas menurun dari 91,70 ton per hektare pada tahun sebelumnya menjadi 39,62 ton per hektare.
"Gejala ini semestinya menjadi perhatian serius dari pemerintah, namun fakta menunjukkan praktek importasi menjadi pilihan pertama, tanpa ada upaya akselerasi kualitas garam dari tambak rakyat. Sehingga, kualitas garam yang diproduksi oleh rakyat tidak pernah akan mampu memenuhi kebutuhan garam untuk industri yang selalu mengalami kekurangan pasokan," katanya.
KNTI mengusulkan sekurang-kurangnya empat solusi inovatif yang dapat dilakukan.
Pertama, penguatan kelembagaan ekonomi petambak garam dengan peningkatan kapasitas pengelolaan. Kelembagaan yang dibentuk pemerintah dalam mengurus garam diminta bersinergi dengan tata kelola lokal masyarakat yang telah ada, dan dapat diperkuat dengan keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).
Kedua, penguatan kapasitas modal dan kapabilitas pengelolaan modal petambak garam rakyat. Untuk hal ini harus ada pendampingan intensif kepada petambak yang disesuaikan dengan standar garam industri. Sehingga potensi luas tambak rakyat yang mencapai 25,766 ha dapat dioptimalkan secara penuh.
Ketiga, modal sosial yang kuat dari masyarakat, terbukti mampu menjaga ritme produksi karena rasa saling memiliki memunculkan etos kerja yang tinggi demi kemakmuran bersama. Budaya lokal ini menjadi pilar penting guna mensukseskan agenda-agenda besar dari pemerintah.
Keempat, penerapan teknologi tepat guna menjadi keharusan agar proses produksi dapat lebih adaptif terhadap perubahan iklim.
(baca juga: Garam langka di negeri maritim fenonema ganjil, kata akademisi)
Menurutnya, meroketnya harga garam saat ini harus menjadi momentum pemerintah guna menetapkan peta jalan industri garam nasional yang dikolaborasikan dengan usaha tambak rakyat.
Kolaborasi dengan rakyatnya sendiri, kata Niko, tentu akan menjadi prestasi bagi kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Menurutnya, meroketnya harga garam saat ini harus menjadi momentum pemerintah guna menetapkan peta jalan industri garam nasional yang dikolaborasikan dengan usaha tambak rakyat.
Kolaborasi dengan rakyatnya sendiri, kata Niko, tentu akan menjadi prestasi bagi kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017