"Tidak ada alat yang bisa mendeteksi penyalahgunaan bahan kimia berbahaya. Yang ada adalah sistem yang dibuat untuk mengamankannya agar tidak membahayakan masyarakat," kata Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI Agus Haryono usai acara "Chemical Security Webinar for Indonesia-Chemical Management Regulations, Tools and Best Practices" di Jakarta, Kamis.
Sistem untuk mengamankan bahan kimia contohnya bermula dari gudang yang diperketat aksesnya bagi setiap orang, menurut dia, harus ada. Namun sayangnya sistem pengaman tersebut sangat jarang dimiliki oleh industri kimia di tanah air.
Director General yang merupakan Pimpinan Tertinggi Organization for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) Ahmet Uzumcu mengatakan Indonesia perlu waspada untuk menjaga masyarakat dari penyalahgunaan bahan kimia berbahaya.
"Sama dengan negara-negara lain, industri kimia di Indonesia sedang berkembang pesat. Karenanya perlu dilakukan langkah kolektif yang untuk melakukan pencegahan penggunaan bahan kimia berbahaya," ujar dia.
Pemerintah, lanjutnya, harus segera berkoordinasi dengan industri bahan kimia yang ada. Selain itu, mereka juga perlu memberikan informasi tentang aktivitas yang dilakukan yang berkaitan dengan bahan-bahan kimia tersebut.
Sebagai informasi, Indonesia yang meratifikasi konvensi senjata kimia pada 1998 melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998, telah membentuk Otoritas Nasional (Otnas) Konvensi Senjata Kimia (KSK) melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2017 dan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2017.
Selain itu, Indonesia telah pula memiliki Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 terkait Penggunaan Bahan Kimia dan Pelarangan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia.
(Baca: LIPI uji kinerja laboratorium air minum)
Pewarta: Virna P
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017