Ambon (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon mulai melakukan persidangan perdana kasus tindak pidana terorisme dengan tersangka Sultan Qolbi alias Asadullah alias Ustad Asyad (37) yang sempat menjadi buronan Polda Maluku akibat serangkaian aksi peledakan dan penembakan.Ketua majelis hakim PN setempat, Anthon Widypriyono, SH didampingi Sugiyo, SH dan Iskandarisman, SH sebagai hakim anggota di Ambon, Senin, membuka persidangan dengan agenda pembacaan berkas penuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dikoordinasikan Constantyn Renjaan, SH.Tim jaksa dalam surat dakwaannya setebal 11 halaman itu menjerat terdakwa dengan pasal 6 Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme Junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan pasal 12 UU nomor 15 tahun 2003.Pria kelahiran Sumenep, Madura (Jatim) 14 Maret 1970 itu awalnya tertangkap di Bandung (Jabar) pada Desember 2006 dan langsung digiring ke Polda Maluku terkait serangkaian perbuatan teror yang mengakibatkan orang menderita luka-luka dan meninggal dunia termasuk lima anggota Brimob Bawah Kendali Operasi (BKO) asal Kaltim yang sedang bertugas di pos jaga Brimob desa Loki, kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bahagian Barat (SBB) tahun 2005 .Tim JPU dalam dakwaan kesatu menyatakan Sultan Qolbi alias Ustad Arsyad pada Senin (7/2) 2005 sekitar pukul 16:30 WIT bersama Sandy Arif, Abdullah Umamity, Ikhlas alias Ipul dan Risky serta Abu Harun (masih buron) melakukan aksi teror dengan cara menembaki Kapal Motor (KM) Lai-Lai 7 di perairan antara Pulau Buru dan Pulau Ambon sehingga menyebabkan Verdinan Lasamahu dan Daud Jaranmase menderita luka-luka."Penyerangan itu dilakukan atas perintah terdakwa dengan jalan menggunakan sebuah speed boat dari pantai desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau (Kodya Ambon) kemudian terdakwa juga yang membagikan senjata jenis M-16 serta amunisi kepada Umamity dan jenis SKS kepada Ikhlas dan Sandy Arif," kata tim JPU dalam pembacaan berkasnya.Terdakwa sendiri memegang senjata laras pendek jenis FN merek Ruger sedangkan rekannya Abu Harun diberikan senjata jenis jungle beserta amunisi ditambah sebuah granat tangan.Akibat perbuatan ini, terdakwa dijerat dengan pasal 6 UU nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme Junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.Sultan Qolbi didamping tim kuasa hukum yang dikoordinasikan Rahman Marasabessy, SH juga diancam dengan pasal 6 hingga pasal 12 UU nomor 15 tahun 2003 karena melakukan perencanaan kejahatan maupun menggerakkan orang lain untuk membuat tindak pidana terorisme dengan cara meledakkan granat dalam sebuah mobil angkot jurusan luar kota Ambon pada tanggal 21 Maret 2005 sekitar pukul 21:30 WIT.Pelemparan granat ke dalam mobil angkot jurusan Mardika-Passo yang dikemudikan Roy Sahalessy itu dilakukan Abdullah Umamity (perkaranya sudah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap) dan mengakibatkan enam orang penumpang dalam mobil mengalami luka-luka.Terdakwa juga terlibat dalam aksi peledakan bom rakitan di kompleks terminal Mardika pada 25 Agustus 2005 lalu. Bom rakitan yang terdiri atas KCL, belerang warna kuning, arang kayu, tabung dan pipa besi itu dirakit Sultan Qolbi kemudian menyuruh terpidana Kasim Wali untuk meledakkannya dan mengakibatkan empat warga sipil luka-luka.Sementara tim kuasa hukum terdakwa tidak akan melakukan eksepsi dalam persidangan berikutnya namun mereka meminta majelis hakim untuk mengalihkan penahanan kliennya dari Polda Maluku ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Waiheru.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007