Pada saat ini, tersangka kami tahan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIA Kerobokan."
Denpasar (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi Bali menahan mantan Ketua Pengadilan Negeri Gianyar I.B. Rai Pati karena menguasai lahan milik negara seluas 1.300 meter persegi di Jalan By Pass I.B. Mantra.
"Tersangka kami tahan untuk memperlancar penyidikan yang sedang kami dalami saat ini agar tidak menghilangkan barang bukti," kata Aspidsus Kejati Bali Polin O Sitanggang di Kejati Bali, Kamis.
Dalam pemeriksaan, tersangka mengaku sudah membuat perjanjian sewa menyewa dengan Pemkab Gianyar pada tahun 2013 dengan diterbitkannya surat keputusan dari bupati setempat.
Setelah ditelusuri lebih lanjut oleh penyidik, kata Paulin, surat keputusan yang diakui tersangka sudah ada perjanjian dengan Pemkab Gianyar diketahui ilegal atau palsu karena tanah negara itu milik Pemprov Bali.
Oleh sebab itu, penyidik menetapkan I.B. Rai sebagai tersangka karena tanah milik negara itu tetap diklaimnya. Akibat perbuatan tersangka, penyidik mendakwa I.B. Rai Pati dengan Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Pada saat ini, tersangka kami tahan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIA Kerobokan," katanya.
Usai dilakukan pemeriksaan, tersangka I.B. Rai Pati saat ditemui mengatakan bahwa SK sewa menyewa tanah itu sudah sah yang dikeluarkan bupati setempat pada tahun 2013.
"Bagaimana Kejati mengatakan bahwa SK ini ilegal? Sudah jelas ada surat izin menggarapnya yang dikeluarkan bupati sebelumnya," ujarnya.
Dirinya kecewa dengan adanya pemasangan plang penyitaan di lahan tanah yang tersangka sewa oleh Kejati Bali. Oleh karena itu, dia sempat bersurat ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pemkab Gianyar terkait dengan permasalahan itu yang tidak ada unsur tindakan korupsi tetapi pelanggaran pidana.
"Apabila tanah yang saya sewa merupakan tanah ilegal, kenapa tidak mencabut SK bupati? Padahal, selama ini saya sudah membayar uang sewa selama 3 tahun sebesar Rp20 juta dan masuk ke kas negara," ujarnya.
Tanah itu diketahui sebelumnya merupakan milik terpidana Made Bawa dengan luas lahan 1.200 meter persegi yang sudah dijual kepada Putu Renaya Prawita pada tahun 1995.
Saat dilakukan pembebasan lahan, tanah yang sudah menjadi hak milik Putu Renaya Prawita sudah dibeli Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bali seharga Rp30 juta per are dan sertifikatnya sudah dimatikan di BPN Gianyar.
Tanah tersebut dikenai jalur pembebasan lahan untuk pembuatan jalan bebas hambatan I.B. Mantra tersebut seluas 700 meter persegi.
Selanjutnya, sisanya tanah 500 meter persegi yang suduah menjadi milik pemerintah itu kembali dijual terpidana Made Bawa, yakni luas tanah 250 meter persegi kepada Ketut Sangker sebesar Rp30 juta dan keluar sertifikat nomor 2432.
Made Bawa yang berhasil melakukan transaksi jual beli tanah miliki pemerintah itu, kemudian sisa tanah 250 meter persegi dijual kepada Ketut Maryana seharga Rp30 juta
Pada saat pengajuan penyertifikatan tanah kedua kalinya itu ke BPN Gianyar, akhirnya menjadi temuan dan BPN setempat sehingga tidak mau menandatangani karena tanah tersebut milik pemerintah.
(Baca: Gubernur Bali setujui pembatasan wisatawan masuk pura)
Pewarta: I Made Surya & Ni Luh Rhismawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017