Jakarta (ANTARA News) - Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian mendeklarasikan delapan sektor industri sebagai prioritas nasional untuk penelitian dan pengembangan teknologi industri.
"Ada delapan, beberapa di antaranya pertama adalah pengembangan bahan baku farmasi," kata Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur Antara di Jakarta, Kamis.
Ngakan menyampaikan penelitian dan pengembangan untuk industri farmasi dijadikan prioritas karena kebutuhan bahan baku industri ini sangat tinggi, di mana 95 persen kebutuhan bahan baku diperoleh dari impor. Sementara, bahan yang diimpor itu adalah bahan setengah jadi yang mengambil bahan mentah dari Indonesia.
"Jadi, kita itu tinggal menjembatani saja antara bahan baku yang notabenenya sumber alam kita, kemudian dijadikan bahan setengah jadi," ujar Ngakan.
Kedua, litbang tentang Logam Tanah Jarang (LTJ), yang berkaitan dengan program hilirisasi tambang, di mana belum banyak perusahaan melirik investasi bidang pengolahan hasil tambang atau smelter, karena dianggap padat modal namun membutuhkan waktu lama untuk memperoleh keuntungan.
"Ini menjadi prioritas, karena bahan tambang kita diekspor ke China, lalu di sana jadi sesuatu dan kembali ke indonesia sudah jadi produk bersaing. Hasil kajian kita menunjukkan bahwa China mengolahnya secara terintegrasi. Jadi, seluruh isi tambang, yang bukan hanya tambang utama, tapi juga logam ikutannya, yang disebut tanah jarang, justru yang bernilai tinggi dan bisa menjadi subtitusi," ungkap Ngakan.
Selanjutnya, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mengingat energi fosil tidak akan bertahan lama, sehingga pengembangan energi terbarukan perlu segera dilakukan untuk mencari solusi lain menghadapi kelangkaan energi ke depan.
"Hal ini terkait dengan pengembangan 35.000 Mega Watt yang dicanangkan pemerintah, di mana 5.000 MW di antaranya merupakan renewable energy dan 1.000 di antaranya untuk PLTS," kata Ngakan.
Terakhir adalah terkait pengembangan indutri karet, di mana terjadi suplai berlebih di dunia sebanyak 1,5 juta ton. Indonesia diminta mengerem suplai karet sebanyak 500 ribu ton bersama dua negara lainnya.
Untuk itu, lanjut Ngakan, Indonesia perlu mencari cara untuk mengolah karet menjadi produk lain yang bisa meningkatkan nilai tambah, salah satunya yakni untuk industri ban pesawat dan aspal.
"Kami berkolaborasi dengan BPPT Serpong untuk mengembangkan ini dan ada calon tenant yang ingin mengakomodasi. Kajian teknisnya sudah, tinggal kajian pasar," ujar Ngakan.
Selain sektor-sektor di atas, Balai Besar dan Balai Riset dan Standarisasi Kemenperin juga mengembangkan dan meneliti berbagai hal yang terkait industri prioritas nasional, untuk mendukung pertumbuhan industri itu sendiri.
"Setidaknya ada 10. Nah, penelitian dan pengembangan yang dilakukan itu berdasarkan sektor industri prioritas yang tertuang dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN)," tukas Ngakan.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017