Kami mengajukan banding terhadap vonis Irman dan Sugiharto."

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding terhadap vonis mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto dalam kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik (KTP-e).

"Kami mengajukan banding terhadap vonis Irman dan Sugiharto," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Irene Putri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Pada sidang 20 Juli 2017 lalu, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis kepada Irman selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar denda 500.000 dolar Amerika Serikat (AS) dikurangi 300.000 dolar AS dan Rp50 juta subsider 2 tahun kurungan.

Sedangkan, Sugiharto dijatuhi hukuman 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 1 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti 50.000 dolar AS dikurangi pengembalian 30.000 dolar AS dan Rp150 juta subsider 1 tahun kurungan.

(Baca juga: Terdakwa kasus KTP-e divonis tujuh dan lima tahun penjara)

Besaran jumlah pidana (starfmaat) terhadap Irman dan Sugiharto memang sesuai dengan tuntutan JPU KPK, namun vonis majelis tidak memasukkan sejumlah fakta persidangan, termasuk tidak memasukkan sejumlah nama anggota DPR yang diduga menerima uang KTP-e, seperti dalam dakwaan jaksa.

"Banyak fakta hukum pada persidangan yang belum dipertimbangkan hakim," ujar Irene, menyebutkan alasan diajukannya banding oleh KPK.

Sejumlah fakta hukum yang tidak dipertimbangkan, menurut Irene, adalah hakim tidak mempertimbangkan pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) anggota DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani mengenai pembagian uang ke anggota Komisi II.

Kemudian, dikemukakannya, tidak disebutkan nama mantan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR Setya Novanto sebagai pihak yang bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi, dan tidak dicantumkannya nama-nama anggota DPR lain sebagai pihak penerima dana KTP-e.

"Termasuk, keterangan Nazaruddin juga belum dipertimbangkan, tidak ada satu pun keterangan Nazar yang dipertimbangkan hakim," ujarnya.

Padahal, Nazarudin dalam sidang mengaku bahwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong membagi-bagikan uang di ruangan Setya Novanto dan anggota Komisi II dari fraksi PDI-Perjuangan Mustoko Weni.

Dalam pertimbangannya, hakim hanya mengatakan bahwa Setya Novanto adalah kunci kelulusan anggaran KTP-e di DPR.

(Baca juga: Hakim: Pelaksanaan KTP-e penuh kolusi)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017