Jakarta (ANTARA News) - Operator 13 ruas tol saat ini tengah berbenah untuk meningkatkan pelayanan terkait usulan kenaikan tarif yang akan rencanya diberlakukan Agustus mendatang, bila DPR RI menyetujuinya. Operator tersebut meliputi PT Jasa Marga yang mengelola tol Jagorawi, tol Dalam Kota, Cikampek-Padalarang, Padalarang-Cileunyi, Palikanci, Semarang seksi A, B, C, Surabaya-Gempol dan Belmera. PT Marga Mandala Sakti mengelola ruas Tangerang-Merak, PT Marga Bumi Matra Raya melayani ruas Surabaya-Gresik dan PT Bosowa Marga Nusantara untuk ruas Ujung Pandang I dan Serpong-Pondok Aren. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) selaku pelaksana mandat Undang Undang (UU) No 38/2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) No 15/2005 tentang Jalan Tol, akan melakukan pengawasan peningkatan layanan, sebagai konsekuensi kebijakan penyesuaian tarif setiap dua tahun sekali. Sejak Kepmen No 392 tentang Persyaratan Standar Pelayanan Minimal (SPM) diterbitkan pada Juli 2005, operator harus menyesuaikan jalan tol yang dikelolanya, agar sesuai parameter SPM. Banyak infrastruktur yang harus dibangun operator untuk memenuhi SPM, misalnya pagar tol dan indeks kerataan jalan. "Itu hal yang sulit dipenuhi operator dalam waktu dekat," kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Hisnu Pawenang. Oleh karena itu BPJT memberikan kebijakan, "pemenuhan pagar harus dapat dicapai dalam tiga tahun sejak Agustus 2005." Artinya, masih tersisa waktu setahun untuk memenuhinya. Operator juga harus meningkatkan kerataan jalan sesuai syarat International Roughness Indexs (IRI) dalam lima tahun, yakni minimal tingkat 4. Berdasarkan data terakhir, kata Hisnu Pawenang, sejumlah operator belum memenuhi standar pelayanan minimal, walaupun diakui pelayanan jalan tol sejauh ini terus meningkat. Menurut Hisnu, peningkatan pelayanan operator selalu dipantau setiap semester. "Operator melaporkan, selanjutnya tim BPJT mengecek ke lapangan. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap semester," ungkap Hisnu. Disadari peningkatan pelayanan memerlukan biaya tidak sedikit. "Itu yang menjadi dasar, BPJT mentolelir pelaksanaan SPM secara bertahap," ujarnya. Rudy Hermawan, anggota BPJT menyatakan, hampir semua operator dapat menyelesaikan tahap peningkatan pelayanan, seperti diatur dalam PP 15 dan Kepmen 392. Hanya saja, menurut Rudy, ada beberapa yang sifatnya minor yang di bawah persyaratan. Dia mencontohkan, IRI yang dipersyaratkan international 4 meter per kilometer, saat ini baru sebagian kecil operator yang IRI-nya diatas 4. Tarif Naik Meski SPM belum sepenuhnya terpenuhi, BPJT tetap akan menyesuaikan tarif sesuai jadwal. "Penyesuaian tarif telah diatur dalam UU. Tarif harus disesuaikan setiap dua tahun sekali mengacu angka inflasi. Jadi itu otomatis, karena perintah UU. Kalau tarif tak disesuaikan, pemerintah berarti melanggar UU," kata Rudi. Meski tidak ada korelasi langsung, Rudy menilai peningkatan pelayanan harus terus ditingkatkan sesuai dengan target waktu pemenuhan SPM. Sementara itu, Ketua Komisi V DPR-RI Ahmad Muqowam menyatakan pihaknya akan tetap memanggil pemerintah dan operator. "Ini dilakukan agar hak-hak masyarakat pengguna jalan tol tetap terpenuhi. Jadi sudah sewajarnya Komisi V DPR-RI memanggil operator dan pemerintah dalam penetapan tarif," katanya. Peraturan tol yang berlaku saat ini, katanya, sudah akomodatif dan memberikan kepastian kepada calon investor. Rapat Dengar Pendapat dengan operator, kata Muqowam, bukan untuk mengotak-atik tarif. "Kami hanya ingin mengetahui sejauh mana operator tol melaksanakan kewajibannya, terutama soal pemenuhan SPM." "DPR, sebagai wakil masyarakat harus mengetahui bagaimana pelayanan diberikan. Sedangkan tarif diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah sesuai UU." Namun, Muqowam mengingatkan, DPR tetap berhak mengaji setiap kebijakan yang memiliki dampak sosial. Oleh karena itu, Muqowam menilai lebih baik kenaikan itu tetap dikonsultasikan dengan DPR-RI. "Kita ingin melihat kebijakan tarif ditetapkan seperti apa," tukasnya. Pemenuhan Tingkat Pelayanan Operator jalan tol sejauh ini terus mengejar pemenuhan persyaratan SPM. General Manager PT Marga Mandala Sakti, operator jalan tol Tangerang-Merak, EB Suwela menyatakan, penyesuaian tarif sangat penting bagi kelangsungan jalan tol. "Sejak 1992 hingga 2002, tarif tol kami tidak naik. Sedangkan, operator jalan baru mendapatkan kenaikan pada 2003 dan 2005," katanya. Tertundanya kenaikan tarif jalan tol sedemikian lama, kata EB Suwela, membuat menurunnya kemampuan investor dalam memberikan pelayanan kepada para pengguna jalan. Selama ini perusahaannya sulit untuk meningkatkan pelayanan, karena terus merugi. Berdasarkan laporan keuangan 2006, kerugian perusahaan akibat tertundanya kenaikan tarif tol Merak mencapai Rp593 miliar. Tarif merupakan sumber pendapatan utama. Dengan kenaikan tarif secara periodik, diharapkan perusahaan mampu menjaga tingkat pelayanan kepada pengguna jalan. "Kenaikan tarif tol merupakan pendorong utama agar operator memenuhi SPM yang lebih baik," kata EB Suwala. Senada denga Suwala, asisten Direktur Utama PT Marga Bumi Matra Raya, Arsal Ismail mengatakan, sejak beroperasi pada 1993 ruas Surabaya-Gresik baru mengalami kenaikan tarif sekali, yakni pada 2003. "Karena tarif tidak naik sekian lama, pendapatan perusahaan meleset jauh dari recana bisnis," ujarnya. Padahal, ketika mulai beroperasi, pemerintah melalui Jasa Marga menjanjikan akan menyesuaikan tarif setiap tiga tahun. Dia mencontohkan, 2006 rencana pendapatan perusahaan sekitar Rp10 miliar, tetapi hanya tercapai Rp 7 miliar dan merugi sekitar Rp3 miliar. "Kejadian berulang terus dari tahun ke tahun sehingga akumulasi kerugian mencapai ratusan miliar," tegasnya. Setelah diatur melalui UU, perusahaan sedikit lega karena ada jaminan penyesuian tarif setiap dua tahun sekali. Dengan payung hukum yang lebih jelas, persoalan kenaikan tarif seharusnya sudah tidak ada lagi. "Sejujurnya kenaikan tarif sesuai inflasi masih kurang, karena bersamaan itu juga ada kenaikan operasional," ungkapnya. Namun, dengan penyesuaian tarif secara periodik, diharapkan investor lebih tenang karena ada kepastian usaha. Menyinggung SPM, Arsal Ismail menyatakan, operator siap memenuhinya. "Operator pasti akan mematuhi dan tidak mungkin membandel. Mana berani kita membandel karena kita sangat tergantung sama pemerintah," ucapnya. Dia memastikan, semua operator pasti akan memenuhi SPM karena setiap enam bulan diadakan pertemuan berkala dengan operator untuk mengevaluasi pelaksanaan SPM. Misalnya, menyangkut spesifikasi jalan tol yang harus lebih tinggi dari jalan biasa, tidak ada jalan yang berlubang, penyediaan peralatan keselamatan dan pengamanan, rambu, dan marka, penanganan masalah di jalan tol, dan lain-lain. "Operator akan mati matian memenuhi SPM," jelasnya. Kemacetan Jalan Tol Mengenai kemacetan pada ruas tol, Arsal Ismail menjelaskan, penyesuaian tarif tidak bisa dikaitkan dengan kemacetan di jalan tol. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan kemacetan. Pertama, karena insiden (kecelakaan). "Kalau karena insiden, operator pasti akan mengatasinya dengan cepat. Jika tidak pengendara yang masuk tol akan berkurang. Jadi, tidak mungkin tidak diatasi karena operator akan rugi sendiri," ujarnya. Kedua, kemacetan karena belum memadainya jaringan jalan tol. Misalnya, jumlah kendaraan terlalu banyak dibanding panjang dan kapasitas jalan. Akibatnya jalan tol pun macet. "Ini juga jangan disalahkan operator, karena kemacetan itu berada di luar kekuasaannya. Operator hanya bisa mengurusi lalu lintas tol, dan itu pasti akan dilakukan. Mana ada operator yang senang jalan tolnya macet? Jadi, jangan operator jalan tol yang dituding, jaringan jalan di luar tol yang harus diperbaiki," katanya. Sementara itu, PT Jasa Marga, pengelola Tol Dalam Kota yang kerap macet, menyarankan agar pemerintah memperbanyak jalur arteri untuk mengurangi beban tol pada saat jam-jam sibuk. "Kendaraan berat bisa dialihkan ke jalur arteri itu," ujar Direktur Operasi PT Jasa Marga Sarwono Oetomo. Untuk mengurangi kemacetan, PT Jasa Marga juga tengah mempersiapkan informasi kondisi lalulintas secara realtime, sehingga masyarakat dapat memutuskan melalui tol atau tidak. Sistem informasi tol saat ini masih dilakukan secara manual sehingga informasi baru dapat diterima dalam waktu 10 sampai 15 menit kemudian. "Kami juga tengah menyiapkan alat pendeteksi kerapatan kendaraan." PT Jasa Marga mengakui perusahaanya belum sepenuhnya memenuhi SPM. Pagar ruang milik jalan (Rumija) saat ini baru 50 persen, terutama di tol Surabaya-Gempol. "Untuk memenuhi ketentuan pagar memang tidak mudah, karena bisa saja sekarang dipasang besok hilang dicuri orang," ujarnya. Menurut Sarwono Oetomo, dalam memenuhi SPM, pihaknya melakukan skala prioritas sesuai tingkat kerusakan. Berdasarkan hasil evaluasi 2006, SPM sudah terpenuh kecuali pagar Rumija. PT Jasa Marga menyatakan sangat memperhatikan Standar Pelayanan Minimal, karena bila tidak, pemerintah akan mengambil alih pengelolaan jalan tol. Bahkan kalau dianggap membahayakan pengguna jalan, pemerintah dapat menutup tol. Konsekuen Arsal Ismail menyatakan pemerintah mesti konsekuen dan tegas menyangkut penyesuaian tarif, karena UU memerintahkan itu. Agar tidak menimbulkan pro-kontra yang tidak berkesudahan, pemerintah harus menyosialisasikan secara intensif kepada publik. Direktur Utama PT Jasa Marga, Frans S. Sunito menyatakan, kebijakan tarif saat ini sudah jauh lebih baik dan memberikan kepastian kepada investor. Namun Frans mengakui tarif tol masih belum seragam. Saat ini ada ruas yang tarifnya Rp400 sampai Rp600 perkilometer. Tetapi di sisi lain, ada yang hanya Rp130 perkilometer. Hal ini terkait kebijakan di masa lalu, yang tidak menetapkan tarif secara berkala. Ada usulan tarif tol lebih tinggi dengan masa konsesinya lebih singkat. Namun, menurut dia, sebaiknya tarif tetap harus mengacu kemampuan masyarakat, tanpa menyampingkan kepastian investasi. Namun Direktur PT Citra Marga Nushapala Persada, Daddy Hariadi mengeluhkan implementasi penyesuaian tarif yang sering mundur. "Operator bisa maklum, tetapi tidak demikian halnya dengan calon investor." Harus diingat penetapan tarif merupakan bagian dari negosiasi dalam menentukan kelayakan bisnis. Besaran tarif itu termasuk penyesuaiannya, kata Daddy. Dengan demikian apabila program pembangunan jalan tol ingin dipercepat, pemerintah harus konsisten dalam melaksanakan peraturan agar tidak menimbulkan keragu-raguan investor. Dia mengungkapkan, sejumlah tol tarifnya sudah tidak layak lagi, seperti Tangerang-Merak dan Surabaya-Gresik. "Seharusnya pemerintah segera menyesuaikan tarif, bukan memperpanjang masa konsesi." Menurut Direktur Operasi PT CMNP Tbk, Adityawarman, untuk menyesuaikan tarif sebenarnya sangat mudah cukup dengan melakukan evaluasi besaran tarif ideal dengan terlebih dahulu melakukan audit. Persoalannya DPR maupun pemerintah selalu mengkaitkan SPM dengan tarif. Operator juga menilai konsep tarif rendah yang diajukan BPJT sudah tidak menarik bagi investor. Apalagi, investasi jalan tol dianggap memiliki resiko tinggi. Hal ini tercermin dari tingginya bunga investasi sektor ini yang mencapai 14-16 persen. Penyesuaian tarif Agustus mendatang memang ditunggu operator. Di sisi lain, masyarakat pengguna juga was-was, akankah tarif tol baru akan semakin mencekik leher?(*)
Oleh Oleh Ganet Dirgantara
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007