Jakarta (ANTARA News) - Pemohon uji materi ketentuan terkait makar pada Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dinyatakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan uji materi tersebut.
"Para Pemohon baik dalam perkara tersebut, keseluruhan tidak memiliki kedudukan hukum," ujar Anggota Komisi III DPR RI Adies Kadir di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin.
Hal tersebut dikatakan oleh Adies ketika memberikan keterangan dari pihak DPR dalam sidang uji materi ketentuan 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, dan Pasal 110 KUHP.
Menurut Adies, para Pemohon tidak menguraikan dan mengkonstruksikan secara jelas adanya kerugian hak atau kewenangan konstitusional atas berlakunya pasal a quo.
"Para Pemohon tidak dapat membuktikan secara logis hubungan sebab akibat antara kerugian yang dialami oleh Pemohon dengan berlakunya pasal a quo," jelas Adies.
Perkara dalam sidang uji materi ini diajukan oleh dua permohonan yakni permohonan dengan Nomor 7/PUU-XV/2017 dan Nomor 28/PUU-XIV/2017.
Permohonan perkara Nomor 28/PUU-XV/2017 adalah Hans Wilson Wader, Meki Elosak, Jemi Yermias Kapanai, dan Pastor John Jonga, serta Yayasan Satu Keadilan dan Gereja Kemah Injil di Papua yang memohon uji materi Pasal 104, serta Pasal 106 hingga Pasal 110 KUHP.
Menurut Pemohon, ketentuan mengatur soal makar tersebut digunakan Pemerintah untuk mengkriminalisasi pemohon serta telah merugikan hak konstitusional Pemohon selaku warga negara.
Sementara perkara Nomor 7/PUU-XV/2017 diajukan oleh LSM Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang mengajukan uji materi untuk Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 KUHP.
Mereka memandang tidak ada kejelasan definisi kata aanslag yang diartikan sebagai makar. Padahal makar berasal dari Bahasa arab, sementara aanslag berasal dari Bahasa Belanda yang diartikan sebagai serangan.
Hal tersebut menurut mereka mengaburkan makna dasar dari kata aanslag.
(T.M048/R021)
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017