Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pekan depan diperkirakan akan berkisar antara Rp8.650 hingga Rp8.850 per dolar AS, karena belum munculnya isu baru dari internal maupun eksternal, kata pengamat pasar uang.
"Kisaran rupiah pada level itu masih cukup baik, meski mata uang lokal itu cenderung merosot dengan agak tertahan akibat arus modal asing ke pasar mulai berkurang," kata pengamat pasar uang, Edwin Sinaga di Jakarta, akhir pekan ini.
Menurut dia, dalam pekan depan diperkirakan tidak ada data-data ekonomi baru yang keluar, baik dari domestik maupun luar negeri, sehingga pelemahan atau penguatan menjadi terbatas.
"Kalau pergerakannya antara Rp8.675 dan Rp8.750 per dolar AS masih pantas. Dengan posisi rupiah di level itu belum perlu ada kekhawatiran," kata Edwin yang juga bekerja sebagai analis riset perusahaan sekuritas swasta nasional.
Rupiah dalam dua hari terakhir pekan ini terus melemah ke posisi Rp8.750 per dolar AS, setelah sempat menguat hingga Rp8.655 per dolar AS pada awal pekan.
Menurut dia, nilai "hot money" asing yang masuk ke Indonesia hanya sebagian kecil dibanding ke China dan India, dan tidak bisa menggerakkan sektor riil, karena arus modal asing yang masuk cenderung dalam jangka pendek.
Rupiah sempat mencapai Rp8.655 per dolar AS itu, karena terpicu oleh pasar saham China, setelah bank sentralnya menaikkan tingkat suku bunga dan memperlebar pita yuan terhadap dolar AS dari 0,3 persen menjadi 0,5 persen.
"Namun dukungan positif terhadap rupiah hanya sesaat dan mata uang lokal itu kembali merosot hingga di atas level Rp8.800 (25/5) per dolar AS," ucapnya.
Faktor utama melemahnya pasar saham China adalah pernyataan mantan Gubernur Bank Sentral AS, Alan Greenspan, yang memperingatkan bahwa bursa China telah terjadi kontraksi dramatis seiring upaya mendinginkan perekonomiannya yang kepanasan (overheated economy), tuturnya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007