"Kendala pasar itu pasti karena sistem tanaman hidroponik ini di kota kecil seperti Tulungagung tergolong baru," kata Agus Siswanto, petani sayur hidroponik di Sendang, Tulungagung, Senin.
Agus yang pernah 12 tahun menjadi tenaga ahli pertanian hidroponik di sebuah perusahaan sayur hidroponik di wilayah Parung, Bogor, Jawa Barat, kini memilih menyebarkan ilmunya di kampung halamannya yang berada di kaki Gunung Wilis.
Ada sekitar tujuh pemuda kini dibina Agus untuk melakukan persemaian tanaman sayuran hidroponik. "Sudah sebulan ini kami lakukan uji coba persemaian, namun dengan volume dan luasan terbatas," ujarnya.
Diperkirakan, panen raya bisa mereka lakukan pada akhir Agustus atau awal September.
Namun menurut Agus, kendala pasar menjadi masalah umum yang bisa mengancam keberlangsungan metode pertanian hidroponik di Tulungagung.
"Kami sedang menjajaki peluang untuk memasok beberapa swalayan dan supermarket, di Tulungagung dan Surabaya. Sayur hidroponik ini tidak begitu saja bisa diterima pasar umum di pasar rakyat karena secara harga tentu lebih tinggi karena ini jenis hidroponik dan kualitasnya lebih tinggi dibanding sayuran sejenis dengan cara tanam biasa di sawah atau ladang," katanya lagi.
Beberapa jenis sayur yang kini fokus mulai dikembangkan Agus bersama kelompok hidroponiknya adalah sawi hijau, pakcoy, bayam, brokoli, dan kangkung.
"Setelah panen raya ini rencananya kami akan perluas lahan dan menambah demplot hidroponik dengan beberapa jenis sayur yang telah ditentukan," ujarnya pula.
Agus mengatakan, pemilihan jenis sayur dilakukan dengan menyesuaikan permintaan pasar di daerah.
Ia berharap pasar sayuran hidroponik di Jatim semakin terbuka, sehingga memberi kesempatan mereka untuk melakukan pengembangan usaha.
Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017