"Ada sekitar 20 pelukis yang akan menggelar pameran bersama selama festival nanti," kata koordinator pameran, Khoirul Mutaqin, di Magelang, Senin.
Festival Lima Gunung XVI diselenggarakan secara mandiri oleh seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Kabupaten Magelang pada 28-30 Juli 2017, sedangkan pra-acara telah digelar pada Sabtu (22/7) melalui ritual doa warga Gejayan, peluncuran antologi puisi "Menari Bersama Hujan (Eka Pradhaning), pidato kebudayaan, dan pelepasan 16 burung merpati.
Setiap pelukis akan menyajikan satu atau dua karya masing-masing dalam pameran yang akan dilaksanakan di Pendopo Padepokan Warga Budaya Gejayan, di arena festival tersebut.
Mereka yang ikut pameran, ujar Mutaqin yang juga salah satu pegiat Komunitas Lima Gunung itu, antara lain dari Kota Magelang, Muntilan, Borobudur, Yogyakarta, dan Bali.
Dengan didampingi dua pelukis, Cipto Purnomo dan Arif Sulaiman, ia menjelaskan tentang tema "Pascamikir" dalam pameran mereka yang merupakan hasil olah pemikiran para pelukis masing-masing atas berbagai peristiwa sosial dan fenomena alam yang telah mengendap selama ini.
"Menjadi inspirasi yang diwujudkan dalam karya lukisan," katanya.
Bersama dengan pameran lukisan tersebut, sejumlah pembatik juga akan menggelar pameran di tempat yang sama. Mereka adalah Agus Daryanto, Mami Kato, Arif Safari, Nyonya Supandi, Kelik, dan Asrul Sani.
Karya batik yang dipamerkan, kata Agus, berupa batik kontemporer atau lukisan batik dan batik tradisional.
"Ada sekitar 20 batik yang dipamerkan, untuk diapresiasi maupun dipromosikan untuk melestarikan tradisi budaya bangsa," ujarnya.
Sedikitnya 60 kelompok kesenian baik dari kalangan seniman petani Komunitas Lima Gunung maupun jejaringnya yang berbagai grup seniman dari beberapa kota ikut dalam festival mendatang.
Festival tersebut antara lain berupa pementasan kesenian tradisional dan kontemporer. Dalam rangkaian Festival Lima Gunung XVII/2017, warga Dusun Gejayan juga meresmikan masjid desa yang sejak beberapa bulan terakhir mereka bangun secara swadaya.
Warga setempat juga menyediakan secara gratis rumah-rumah mereka untuk para tamu dari berbagai kota yang hendak menginap selama berlangsung festival.
Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017