Jasad-jasad itu telah dikirim ke Misrata, sebuah kota yang terletak agak ke sebelah barat yang pasukannya memimpin pertempuran untuk mengalahkan ISIS di Sirte pada Desember.
Mengizinkan jasad-jasad itu dipulangkan ke negara-negara seperti Tunisia, Sudan dan Mesir akan sensitif bagi pemerintah-pemerintah yang terlibat, yang waspada mengetahui seberapa banyak warga mereka yang pergi bertempur dengan kelompok ISIS di Irak, Suriah dan Libya.
"Tim kami telah memindahkan ratusan jasad," kata seorang anggota unit kejahatan terorganisasi Misrata yang mengurusi jasad-jasad itu kepada kantor berita Reuters, wajahnya ditutup agar tak diketahui identitasnya demi keamanan.
"Operasi utama ini yang membuat kami mengawetkan jasad-jasad itu, membuat dokumen dan memotret mereka dan juga mengambil sampel DNA."
Unit kejahatan itu menunggu keputusan dari Kejaksaan Agung, yang melakukan pembicaraan dengan pemerintah-pemerintah asing mengenai pengembalian jasad-jasad tersebut.
ISIS sekarang telah dikalahkan di benteng utamanya di kota Mosul, Irak, dan berada di bawah tekanan di basisnya di kota Raqqa, Suriah.
Tetapi pada puncak kendali teritorialnya, organisasi itu menarik orang-orang dari Timur Tengah, Afrika Utara dan Eropa ke jajaran pimpinannya.
Di Tunisia saja, menurut para pejabatnya ada lebih 3.000 warga yang pergi untuk bertempur di Suriah, Irak dan Libya. Orang-orang Tunisia yang dilatih di kamp-kamp militan di Libya melancarkan dua serangan terhadap para turis asing pada 2015, yang merusak industri pariwisata vital Tunisia.
ISIS menguasai Sirte pada 2015, mengambil keuntungan dari perseteruan antara faksi-faksi bersenjata Libya dan menggunakan kota itu sabagai pangkalan. Dari kota itu ISIS menyerang ladang-ladang minyak dan kota-kota lain di dekatnya menurut siaran Reuters. (Uu.M016)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017