Beirut (ANTARA News) - Iran mengumumkan peluncuran lini produksi rudal baru pada Sabtu menurut siaran media pemerintahnya.
Rudal Sayyad 3 bisa mencapai ketinggian 27 kilometer dan melakukan perjalanan hingga 120 kilometer menurut Menteri Pertahanan Iran Hossein Dehghan dalam satu upacara.
Rudal itu bisa menyasar pesawat-pesawat tempur, kendaraan udara nirawak, rudal jelajah dan helikopter, kata Dehghan.
Dehghan juga mengatakan dalam upacara Sabtu bahwa kesepakatan militer baru 110 miliar dolar AS antara Amerika Serikat dan Arab Saudi, yang diumumkan saat kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Riyadh pada Mei, ditujukan untuk mengancam Iran.
"Kita baru-baru ini menyaksikan pembelian besar yang dilakukan beberapa negara di kawasan ini sebagai tebusan kepada Amerika dan mereka berniat membawa senjata-senjata ke kawasan, dan pembelian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengancam Iran," kata Dehghan menurut siaran TV negara yang dikutip kantor berita Reuters.
Pekan lalu Amerika Serikat menjatuhkan sanksi-sanksi ekonomi baru pada Iran berkenaan dengan program rudalnya, dan menyatakan bahwa "kegiatan merusak" Teheran di Timur Tengah melemahkan "sumbangan positif" apa pun yang datang dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2015.
Pemerintah Amerika Serikat menyatakan sanksi itu mencakup 18 entitas dan orang yang mendukung apa yang mereka sebut "aktor-aktor gelap Iran atau tindakan pidana transnasional."
Mereka yang kena sanksi mendukung militer Iran atau Korps Garda Revolusi Iran dengan mengembangkan drone dan perlengkapan militer, memproduksi dan merawat kapal, melakukan pengadaan komponen elektronik menurut pemerintah Amerika Serikat.
Yang lain telah "mendalangi pencurian program-program perangkat lunak Amerika Serikat dan Barat" untuk dijual ke pemerintah Iran menurut pernyataan Departemen Keuangan Amerika Serikat.
Pada Senin pemerintahan Trump menyatakan bahwa Iran mematuhi kesepakatan nuklir. Itu merupakan sertifikat kepatuhan kedua yang diberikan Trump kepada Iran sejak dia memerintah meski dia menyebutnya sebagai "kesepakatan terburuk" dalam kampanye pemilihan presiden 2016, mengkritik Barack Obama, yang menjabat sebagai presiden saat kesepakatan itu dirundingkan.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017