Yerusalem (ANTARA News) - Militer Israel meningkatkan penjagaan di kompleks Masjid al-Aqsa menurut juru bicara militernya pada Kamis (20/7), memicu kemarahan umat Islam dan pemimpin Palestina.

Warga Palestina menolak masuk ke Haram al-Syarif di wilayah pendudukan Yerusalem timur sejak Minggu pekan lalu setelah Israel memasang detektor logam di pintu masuk kompleks tempat suci itu menyusul penembakan yang menewaskan dua polisi.

Para pemimpin Palestina dan ulama menyeru para jemaah tidak memasuki kompleks tersebut melewati detektor logam, dan ratusan orang beribadah di luar tempat suci itu. Bentrokan sudah berulang kali terjadi di lokasi tersebut.

Salat Jumat menarik banyak orang ke tempat suci itu dan spekulasi kian santer terdengar mengenai apakah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan memerintahkan pencopotan detektor logam.

Pada Kamis, militer Israel menyatakan mengerahkan lima batalion tambahan untuk berjaga-jaga, termasuk di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Juru bicara militer Israel mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa militer akan memutuskan apakah akan mengerahkan pasukan sepanjang akhir pekan.

Menteri Keamanan Publik Israel menyatakan Netanyahu akan mengambil keputusan mengenai kebijakan di Haram al-Syarif, tetapi ia "berharap detektor logam" tetap dipasang sepanjang akhir pekan.

Pada 14 Juli, tiga orang Arab Israel melepaskan tembakan dan menewaskan dua polisi Israel sebelum lari ke kompleks tempat suci dan ditembak mati oleh pasukan keamanan.

Setelah serangan itu Israel menutup Haram al-Sharif, menyatakan penutupan diperlukan untuk pemeriksaan keamanan.

Kompleks tempat suci itu dibuka kembali pada Minggu, namun dengan pendeteksi logam dipasang di pintu-pintu masuk, memicu boikot dari warga Palestina yang menganggap Israel berupaya memperluas kontrol mereka atas tempat suci yang disebut Temple Mount oleh orang Yahudi itu. (ab/)


(Baca juga: Israel bahas pencopotan detektor logam di kompleks Aqsa)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017