"Permainan digital yang kami beri nama Permainan Untuk Komunikasi Autis (PUKA) itu menggunakan gambar sebagai media komunikasi anak autis," kata Kepala PSIMed Magister Teknik Informatika PPs FTI UII Izzati Muhimmah di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, PUKA adalah permainan yang dikembangkan berdasarkan model pembelajaran Picture Exchange Communication System (PECS). Permainan itu terdiri atas enam fase, di mana setiap fase anak dikenalkan tahapan untuk berkomunikasi.
Fase itu mulai dari mengenal benda-benda yang ada di lingkungannya, menyusun kata dan frase hingga menyusun kalimat untuk berkomunikasi. Permainan itu telah diujikan pada kelompok siswa autis non-verbal berusia 11 tahun ke atas.
"Respons anak terhadap permainan itu positif. Permainan itu dapat diunduh melalui http://psimed.fit.uii.ac.id/project/," kata Izzati.
Ia mengatakan aplikasi berbasis Android itu merupakan ikhtiar untuk membantu guru dan orang tua dalam memberikan variasi model pembelajaran keterampilan interaksi sosial yang lebih aktif di kelas dengan memanfaatkan permainan digital.
Kegiatan itu juga berupaya memberikan edukasi mengenai konten dalam permainan digital yang boleh maupun tidak bagi orang tua siswa, sekaligus membekali mereka perkakas pembelajaran berupa permainan digital yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan anak autis di rumah.
"Melalui permainan digital itu diharapkan dapat mensinergikan proses pembelajaran keterampilan interaksi sosial dan bina diri yang aktif di rumah maupun di sekolah," kata dia.
Koordinator Tim PSIMed Magister Teknik Informatika PPs FTI UII Rahadian Kurniawan mengatakan permasalahan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus (ABK) khususnya autis banyak ditemui dan cukup kompleks.
Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang adalah keterampilan berinteraksi secara sosial dan bina diri, tidak terkecuali pada anak autis. Namun, siswa autis memiliki kecenderungan sulit untuk dapat berinteraksi secara sosial.
Proses pembelajaran itu perlu pendampingan yang lama dan harus dilakukan dengan penuh kesabaran untuk mencapai target kemandirian siswa. Guru dan orang tua memerankan peran penting dalam proses pembelajaran siswa autis.
"Dari observasi yang telah dilakukan di beberapa SLB autis seperti SLB Fajar Nugraha dan SLB Dian Amanah, media pembelajaran keterampilan interaksi sosial dan bina diri seperti buku masih terbatas di sekolah," katanya.
Menurut dia, untuk mendukung proses belajar yang menyenangkan, dibutuhkan permainan yang mudah dimengerti sehingga pengalaman dalam berinteraksi dan belajar terasa lebih menyenangkan.
"Media permainan digital mendukung siswa autis untuk mengatur kecepatan belajar sesuai dengan kemampuannya dan merangsang untuk mengetahui lebih jauh lagi," kata Rahadian.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017