Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana Adia dalam penyidikan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait proyek pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.
"KPK menahan Yudi Widiana Adia (YWA) untuk 20 hari kedepan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Yudi sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada Senin (6/2) lalu.
Yudi diduga menerima hadiah atau janji dari So Kok Seng alias Aseng sebagai Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa sebesar Rp4 miliar.
Atas perbuatannya, Yudi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diunah dalam Undang-Undang Nomor 20 Taun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara itu, Yudi seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/7) merasa senang soal penahanannya tersebut.
"Saya senang untuk segara diadili," kata Yudi yang sudah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK itu.
Yudi pun mengaku namanya dicatut dalam kasus proyek PUPR tersebut.
"Sebenarnya saya tuh korban pencatutan. Saya sudah jelaskan kepada penyidik bahkan secara terang benderang. Siapa pencatutnya nanti lihat di pengadilan," kata Yudi.
Sebelumnya, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng didakwa menyuap 427.027 dolar AS, 328.377 dolar Singapura dan Rp13,8 miliar kepada tiga anggota Komisi V DPR dan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary.
"Terdakwa So Kok Seng alias Aseng selaku Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa bersama-sama dengan Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama memberikan uang sejumlah 72.727 dolar AS; Rp2,8 miliar; 103.780 dolar Singapura; Rp2 miliar; 103.509 dolar Singapura; 121.088 dolar Singapura; Rp2 miliar; Rp2 miliar dalam bentuk dolar AS; Ro2,5 miliar; 214.300 dolar AS; 140.000 dolar AS; Rp500 juta; dan Rp2 miliar kepada Damayanti Wisnu Putranti, Musa Zainuddin, Yudi Widiana Adia dan Amran Hi Mustary," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Iskandar Marwanto dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta beberapa waktu lalu.
Tujuan pemberian uang itu adalah agar Damayanti, Musa, Yudi dan Amran mengupayakan proyek-proyek dari program aspirasi DPR disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara serta menyepakati Aseng dan Abdul Khoir sebagai pelaksana proyek.
Pertama, pemberian uang untuk Damayanti adalah untuk membantu membiayai kampanye pemilihan kepala daerah yang diusung PDI-Perjuangan. Aseng bersama Abdul Khoir dan Hong Artha John Alfred memberikan Rp330 juta sehingga totalnya Rp1 miliar dan ditukar menjadi 72.727 dolar AS yang diserahkan kepada staf Damayanti Dessy Ariyati Edwin di kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jakarta Selatan.
Kedua, pemberian uang kepada Musa Zainuddin untuk mendapatkan proyek pembangunan jalan Piru-Waisala senilai Rp50,44 miliar yang akan dikerjakan Abdul Khoir dan proyek pembangunan jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,32 miliar yang akan dikerjakan Aseng.
Musa memberitahukan ada "commitment fee" sebesar delapan persen dari total proyek sehingga yang harus diberikan sehingga Aseng harus memberikan Rp4,48 miliar.
"Terdakwa pada 16 November 2015 menitipkan uang commitment fee untuk Musa Zainuddin kepada Abdul Khoir sejumlah RP4,48 miliar selanjutnya Abdul Khoir secara bertahap memberikan keseluruhan fee kepada Musa Zainuddin melalui Jailani," tambah jaksa Iskandar.
Namun uang itu tidak diserahkan semuanya karena Rp1 miliar diambil oleh Jailani dan Henock Setiawan alias Rino.
Ketiga, pemberian kepada Yudi Widiana Adia yaitu terkait program aspirasi tahun 2015 menyerahkan sejumlah Rp2 miliar sebagai sebagian uang "commitment fee" kepada Yudi Widiana melalui Muhamad Kurniawan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi periode tahun 2014-2019 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mei 2015 sekitar pukul 21.00 WIB.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Rabu (26/4), majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider kurungan enam bulan kepada mantan Ketua Kelompok Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di Komisi V DPR Andi Taufan Tiro karena terbukti menerima suap Rp7,4 miliar terkait program dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Kementerian PUPR.
Dalam perkara itu sudah enam orang yang dijatuhi hukuman, antara lain anggota Komisi V dari fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi yang divonis masing-masing empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan.
Kemudian, anggota Komisi V dari Partai Golongan Karya (Golkar) Budi Supriyanto divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider dua bulan kurungan, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary divonis enam tahun penjara, dan Abdul Khoir divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan.
Sementara anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Musa Zainuddin masih menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017