Kalau insentif tidak baik, pemerintah juga tidak diam."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 terkait Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (migas).
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Susyanto di Jakarta, Rabu, menjelaskan bahwa PP Nomor 27 Tahun 2017 diterbitkan dalam rangka peningkatan penemuan cadangan migas nasional, menggerakkan iklim investasi dan memberikan kepastian hukum pada kegiatan usaha hulu migas dan fleksibilitas dalam penentuan bagi hasil.
Kemudian, menurut dia, adanya pemberian insentif dalam kegiatan usaha hulu baik insentif fiskal maupun nonfiskal.
"Kalau insentif tidak baik, pemerintah juga tidak diam. Pemerintah juga merespon dengan baik apa-apa yang dikeluhkan oleh investor," kata Susyanto.
Berikut poin penting yang terdapat dalam PP Nomor 27 Tahun 2017:
1. Pengaturan adanya klausul bagi hasil yang dinamis (sliding scale split) pada Kontrak Kerja Sama (PSC)
2. Pemberian insentif kegiatan usaha hulu dalam bentuk insentif perpajakan pada masa eksplorasi maupun eksploitasi:
a. Masa eksplorasi: pembebasan Bea Masuk, PPN atau PPnBM tidak dipungut, PPh 22 impor tidak dipungut, pengurangan PBB 100% selama masa eksplorasi.
b. Masa eksploitasi: pembebasan Bea Masuk, PPN atau PPnBM tidak dipungut, PPh 22 impor tidak dipungut, pengurangan PBB tubuh bumi maksimal 100 persen. (Diberikan berdasarkan pertimbangan keekonomian proyek dari Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
c. Pembebanan berbagi biaya (cost sharing) dikecualikan dari PPh dan tidak dipungut PPN.
d. Pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat bukan menjadi objek PPh dan PPN.
3. Merelaksasi biaya-biaya yang non-cost recoverable menjadi cost recoverable.
a. Biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat pada masa eksploitasi;
b. PPh karyawan yang dibayarkan sebagai tunjangan PPh;
c. Biaya insentif interest recovery.
4. Penegasan prinsip Block Basis (wilayah kerja) dalam rangka penghitungan biaya cost recovery dengan menghapus penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf a yang mengatur prinsip Plan Of Development (POD) field basis atau dihitung per lapangan.
5. Pengenaan PPh atas penghasilan uplift dan pengalihan Participating Interest hanya dikenakan sekali dan bersifat final (sudah termasuk PPh Branch Profit Tax).
6. Menambah kewenangan Menteri ESDM untuk menentukan perhitungan penyusutan yang berbeda dalam rangka menjaga tingkat produksi.
7. Disusunnya standar dan norma pemeriksaan yang sama dalam bentuk pedoman pemeriksaan yang digunakan oleh SKK Migas, BPKP, dan Ditjen Pajak untuk mengaudit bagi hasil dan pajak penghasilan sehingga terdapat koordinasi antar auditor Pemerintah dan membatasi jangka waktu pemeriksaan pajak hingga penerbitan surat ketetapan pajak paling lama 12 bulan setelah SPT diterima.
8. Peraturan Peralihan:
a. Kontrak yang telah ditandatangani sebelum berlakunya UU Migas 2001 dan kontrak yang telah ditandatangani setelah berlakunya UU Migas hingga berlakunya PP 79/2010 dapat memilih untuk mengikuti ketentuan kontrak atau menyesuaikan dengan ketentuan PP 27/2017 paling lama enam bulan setelah berlakunya PP 27/2017.
b. Kontrak yang ditandatangani setelah berlakunya PP 79/2010 dapat menyesuaikan dengan ketentuan PP 27/2017 paling lama enam bulan sejak berlakunya PP 27/2017.
c. Kontrak yang ditandatangani setelah berlakunya PP 27/2017 wajib mematuhi ketentuan PP 27/2017.
Revisi PP 79 Tahun 2010 diharapkan menjadikan sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih efektif dalam pengoperasian, demikian Deputi Keuangan dan Monetisasi Parulian Sihotang.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017