Makassar (ANTARA News) - Persoalan aliran dana non budgetter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk kampanye pemilihan Presiden 2004 yang diduga diterima oleh sejumlah calon presiden/wakil presiden, hendaknya diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk membuktikannya. "Yang muncul dipermukaan sekarang adalah propaganda politik yang mengarah kepada pencitraan buruk terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan, di Makassar, Jumat. Karena itu, sangat tidak etis lagi jika masalah penggunaan dana nonbudjeter DKP untuk kampanye dimunculkan sebab yang mengetahui persis berapa dana yang digunakan serta sumbernya adalah tim auditnya. "Jadi, tim auditlah yang harus ditanya apakah ada dana-dana DKP mengalir ke tim kampanye SBY-JK sebab jika hal ini tidak benar maka bisa menjadi pencintraan politik yang buruk," katanya. Ia juga menegaskan bahwa tim audit Wapres Jusuf Kalla sudah membeberkan pada pertemuan Ikatan Konsultan Indonesia (IKI) bahwa tidak ada dana DKP yang digunakan berkampanye sehingga dianggap sudah `clear.` Menurut dia, mencuatnya penggunaan dana nonbudjeter DKP oleh sejumlah mantan calon Presiden diantaranya Amin Rais yang mengaku mendapat kucuran dari departemen tersebut sebanyak Rp200 juta, merupakan tindakan politik tendensius yang ingin merusak citra Presiden dan Wakil Presiden. "Saya anggap persoalan ini ada rekayasa komunikasi politik yang mengarah kepada propanganda yang akan berakibat buruk terhadap SBY-JK," ujarnya seraya mengatakan, jika masalah ini mau diselesaikan maka serahkan ke aparat penegak hukum, bukan perdebatan politik yang tuding-menuding tanpa ada akhirya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007