Sidoarjo (ANTARA News) - Meski terkesan lamban dan birokratis, PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), kembali melakukan pencairan uang muka ganti rugi 20 persen kepada pemilik 22 bidang lahan (13 pekarangan dan sembilan sawah) warga korban luapan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc., di Sidoarjo, Jumat. Ke-22 bidang lahan itu seluas 15.662 meter persegi milik 19 orang warga Desa Jatirejo (Porong) dan Kedungbendo (Tanggulangin), dengan total transaksi Rp4,674 miliar, sehingga total uang muka yang diterima warga sekitar Rp929,54 juta. "Proses pencairan 22 bidang ini merupakan lahan yang memiliki sertifikat," kata Vice President PT MLJ, Andi Darussalam Tabussala saat pencairan di gedung eks-BTPN Jalan Sultan Agung Sidoarjo. Menurut dia, tahap demi tahap pembayaran uang muka 20 persen akan terus dilakukan, karena pihaknya berprinsip tidak menghambat pembayaran. "Jika verifikasi selesai, eksekusi pencairan akan kami lakukan," katanya. Hingga kini total transaksi ganti rugi yang telah dilakukan MLJ sebesar Rp36,1 miliar, sehingga warga sudah mengantongi uang muka ganti rugi sebesar Rp7,3 miliar. Dari 26 Maret hingga 18 Mei total sawah yang dibeli baru seluas 271.803 meter persegi (m2) dan bangunan seluas 1.454 m2 milik warga Siring, Jatirejo dan Kedungbendo.Sementara itu, pencairan uang muka ganti rugi dari PT MLJ membawa berkah tersendiri bagi Makmur, salah satu warga Porong yang mempunyai lahan di Kedungbendo Kecamatan Tanggulangin. Dengan uang muka 20 persen ganti rugi sebesar Rp20 juta atas lahannya yang terendam lumpur itu, Makmur senang menyekolahkan anaknya ke pasca-sarjana. "Alhamdulillah, saya sangat senang sekali menerima pembayaran uang muka ganti rugi ini," kata Makmur (60) salah seorang warga yang mendapat pencairan uang muka ganti rugi di Kantor PT MLJ di gedung Eks BTPN Jalan Sultan Agung Sidoarjo, Jumat. Ia yang mempunyai tanah kaplingan pekarangan di RT2/RW2 Desa Kedungbendo seluas 103 m2 dengan uang muka 20 persen sebesar Rp 20 juta lebih. Tidak seperti kebanyakan warga yang lainnya yang memanfaatkan ganti rugi untuk membeli rumah atau tanah, bagi Makmur justru dimanfaatkan untuk menyekolahkan anaknya yang ke empat, Daru Setiawan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal itu, karena selama ini rumahnya jauh dari luapan lumpur, yakni di Jalan Raya Porong I Nomor 62. Sementara, ganti rugi di Kedungbendo itu hanya sebuah tanah kaplingan yang dibelinya sejak 10 tahun yang lalu, sehingga tidak repot-repot mencari rumah atau tempat tinggal yang baru layaknya korban lumpur yang lain. "Uang ini akan dipakai untuk mendaftarkan anaknya sekolah S2 di Malang. Soalnya cita-cita itu sudah sejak dulu terpendam, karena belum ada uang, niat untuk menyekolahkan anak ke S2 tertunda dulu," katanya. Makmur berceerita, dari empat anaknya ini hanya anak yang terakhir inilah yang bisa diandalkan dalam bidang pelajaran, sehingga keinginan anaknya untuk sekolah lagi ke tingkat yang lebih tinggi terus didukungnya. Meski demikian, Makmur mengakui, niat itu sebenarnya sudah terpendam lama. Sebagai pensiunan tentara ia tidak bisa mengandalkan gaji pensiunannya untuk sekolah yang lebih tinggi. "Sekolah sarjana saja sudah hampir tidak mampu. Apalagi ke jenjang yang lebih tinggi. Untungnya saya mendapat pencairan ganti rugi atas jual beli tanahnya di Kedungebendo ini dengan harga yang lumayan. Dulu, saya beli tanah ini harganya murah dan sekarang dihargai Rp1 juta per m2, sudah lumayan," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007