Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, menyatakan setuju dengan wacana atau aturan untuk membubarkan organisasi massa (ormas) yang dinilai anarkis dan melanggar hukum. "Namun, untuk ukuran anarkis atau tidaknya, saya rasa aparat keamanan yang lebih mengetahuinya. Oleh karena itu, biarkan mereka yang mengatur," katanya di Balai Kota, Jakarta, Jumat. Pemprov DKI, katanya, hanya berperan sebagai pembina. Ia menyatakan pimpinan ormas juga baik-baik saja saat bertemu dengannya. "Tapi, sebenarnya saya masih ingin bertemu dengan mereka. Kebetulan, Wagub DKI kan pimpinan Badan Musyawarah Warga Betawi. Saya akan meminta kalau bisa secara internal bisa diperbaiki," katanya. Bila memang ada pembubaran ormas bermasalah, ia menginginkan tidak pandang bulu. Ormas manapun yang melanggar hukum dan mengganggu ketertiban masyarakat harus dibubarkan. "Ibukota kan memerlukan ketenangan karena di sinilah barometer stabilitas," katanya. Ketika ditanyaa apakah Pemprov DKI Jakarta akan mengajukan peninjauan keberadaan ormas kepada Depdagri, Sutiyoso mengemukakan pihaknya akan mempelajari hal tersebut. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Saut Situmorang, mengatakan pemerintah dapat saja membubarkan ormas yang bermasalah atau melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. "Tahap awal, pemerintah akan membekukan sementara kepengurusannya," katanya. Saut menjelaskan dalam Pasal 13 UU Nomor 8/1985 disebutkan bahwa pemerintah dapat membekukan pengurus atau pengurus pusat organisasi kemasyarakatan apabila organisasi itu melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun, jika organisasi yang telah dibekukan tersebut masih saja melakukan pelanggaran, maka organisasi yang bersangkutan dapat dibubarkan. "Pemerintah akan tegas membubarkannya, jika tetap melakukan pelanggaran," tegas Saut. Pembubaran organisasi itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU Organisasi Kemasyarakatan, tambah Saut. (*)
Copyright © ANTARA 2007