Jakarta (ANTARA News) - CEO Telegram Pavel Durov menawarkan tiga solusi pada Kementerian Komunikasi dan Informatika atas keputusan memblokir sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegram.


Dalam channel resmi di Telegram, Durov menyatakan banyak dari pengguna awal aplikasi tersebut berasal dari Indonesia, dan kini angka sudah mencapai jutaan.


Dia mengaku sangat menyukai Indonesia. Bahkan dia pernah beberapa kali berkunjung dan memiliki banyak teman di negeri ini.


"Jadi saya kecewa saat mendengar Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memblokir Telegram di Indonesia. Ternyata Kemenkominfo baru-baru ini mengirim surel pada kami berisi daftar channel publik yang isinya berkaitan dengan terorisme, dan tim kami tidak bisa memproses laporan itu secara cepat."


Dia menyayangkan adanya miskomunikasi karena tidak mengetahui permintaan tersebut dari Kemkominfo. Oleh karena itu, Durov ingin memperbaiki situasi dengan tiga solusi.


Pertama, pihaknya telah memblokir semua channel publik yang berhubungan dengan teroris yang sudah dilaporkan oleh Kemkominfo.


Kedua, pihak Telegram telah membalas surel Kemkominfo untuk menjalin komunikasi langsung agar kelak bisa lebih efisien dalam mengindentifikasi dan memblokir propaganda teroris.


Ketiga, Telegram membentuk tim moderator yang memahami bahasa dan budaya Indonesia agar bisa memproses laporan berkaitan dengan konten terorisme lebih cepat dan akurat.


Durov menegaskan Telegram sama sekali tidak berpihak pada teroris.


"Faktanya, setiap bulan kami memblokir ribuan channel publik dan melaporkan hasilnya di @isiswatch. Kami selalu mencoba lebih efisien dalam mencegah propagandan teroris dan selalu terbuka dengan ide baru agar bisa melakukannya lebih baik lagi."


Durov yakin propaganda teroris bisa ditumpas tanpa harus mengganggu jutaan pengguna Telegram lain di Indonesia, dia juga menunggu balasan dari Kemkominfo atas surel tersebut.



Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017