Jakarta (ANTARA News) - Lambannya penyerahan dokumen perjanjian ekstradisi dan militer Indonesia-Singapura oleh pemerintah kepada DPR RI, dicurigai kalangan anggota legislatif dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai indikasi bahwa kesepakatan-kesepakatan dalam perjanjian itu merugikan Indonesia. "Sampai hari ini sebagai anggota DPR RI, saya belum mendapatkan copy (salinan) dua perjanjian Indonesia-Singapura tentang ekstradisi serta kerjasama militer tersebut," ungkap Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI, Suharso Monoarfa, di Jakarta, Jumat. Suharso mengaku menjadi bertanya-tanya, ada faktor apa di balik keterlambatan penyerahan dua salinan perjanjian itu. "Iya kan. Mengapa pemerintah begitu lambat? Dan, ini mengundang kecurigaan, jangan-jangan seperti yang sudah diduga semula, bahwa perjanjian itu sama sekali tidak menguntungkan Indonesia," ujar anggota legislatif dari daerah pemilihan Provinsi Gorontalo ini. Suharso Monoarfa yang juga kini merangkap Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR RI ini menambahkan, apabila dugaan itu benar, wajib bagi DPR RI melayangkan pertanyaan kepada Presiden RI atau mengajukan usul interpelasi. "Dengan kata lain, sebelum DPR RI meratifikasi, perlu ada kejelasan eterang-terangnya tentang kedua perjanjian tersebut," tandasnya. Jika tidak, Suharso Monoarfa berpendapat, ada baiknya dua kesepakatan tersebut ditolak untuk sementara. "Perlu ada kejelasan seterang-terangnya terlebih dulu. Setelah itu, barulah DPR RI bersikap menolak atau dapat diratifikasi. Kalau penjelasan atau jawaban Presiden RI tidak memadai, maka tentu kedua perjanjian harus ditolak," tegas Suharso Monoarfa bersemangat.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007