Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Jumat pagi, turun tajam mencapai Rp8.800/8.810 per dollar AS dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya sebesar Rp8.730/8.740 atau melemah 70 poin. Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, mengatakan merosotnya rupiah karena "hot money" asing yang ditempatkan di pasar domestik mulai berkurang, sedangkan faktor pendukung dari pasar internal sampai saat ini belum muncul. Selain itu, adanya peringatan dari mantan Gubernur Bank Sentral AS, Greenspan bahwa pasar saham China sudah cukup panas menekan pasar saham itu yang menekan bursa Wall Street dan pasar saham regional lainnya, katanya. Pasar saham China sebelumnya memberikan sentimen positif terhadap pasar regional dan pasar Indonesia, setelah bank sentral China menaikkan suku bunganya dan memperlebar pita Yuan terhadap dollar AS dari 0,3 persen menjadi 0,5 persen. Namun peringatan dari Greenspan itu membuat China berusaha meredam pertumbuhan ekonomi sehingga pertumbuhannya tidak terlalu kencang, katanya. Apalagi, lanjut Edwin, arus modal asing yang masuk ke Indonesia merupakan sebagian kecil saja dibanding yang masuk ke pasar China, India dan Rusia. Indonesia hanya kecipratan saja, kalau benar "hot money" asing itu masuk, maka sektor riil akan bergerak dengan cepat, karena investasi asing yang dilakukan dalam jangka panjang bukan jangka pendek yang selama ini terjadi, katanya. Meski demikian "hot money" yang berlangsung terjadi di dalam negeri masih memberikan nilai positifnya terhadap pergerakan rupiah, kalau tidak ada hambatan lain seperti intervensi Bank Indonesia di pasar, maka rupiah pada pekan depan akan kembali menguat. Namun "hot money" yang beredar kemungkinan berkurang, meski bank sentral AS (The Fed) berencana akan menurunkan suku bunga itu, tapi itu kapan terjadi dan baru hanya akan jadi belum pasti, tuturnya. Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan juga mengemukakan rupiah terpuruk hingga mencapai level 8.800 per dollar AS, karena arus modal asing secara perlahan-lahan mulai beralih ke tempat lainnya. Upaya untuk menahan arus modal asing itu, pemerintah harus memperindah negerinya dengan berbagai kebijakan yang lebih luwes untuk mendorong investor asing betah bermain di pasar saham dan uang. Apalagi tingkat suku bunga di dalam negeri masih menarik bagi asing, karena itu kepastian hukum, kenyamanan berinvestasi dan buruh yang tidak mudah bergejolak, akan menahan mereka alihkan dananya ketempat lain, katanya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007