Tulungagung (ANTARA News) - Salah satu SMA unggulan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, tengah mengkaji opsi memberlakukan sistem pembelajaran berbasis satuan kredit semester atau SKS, sebagaimana yang berlaku di perguruan tinggi.

"Dengan sistem pembelajaran ini, jumlah SKS menjadi acuan kelulusan siswa. Siswa bisa lulus cepat, kurang dari tiga tahun, tepat waktu tiga tahun atau lebih lama, bergantung pencapaian SKS yang ditempuh," kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 1 Kedungwaru Wuryanto di Tulungagung, Kamis.

Ia menegasakan bahwa sistem SKS hanya diberlakukan pada siswa kelas X atau siswa baru.

Sementara siswa lama tetap menggunakan kurikulum K-13. Sedangkan untuk semester awal ini akan diberlakukan paket SKS untuk semua siswa.

"Pada semester awal ini semua mendapat SKS seragam. Istilahnya SKS mata pelajaran umum atau wajib, hasil dari semester 1 baru menentukan jumlah SKS yang bisa diambil pada periode semester selanjutnya," kata Wuryanto.

Wuryanto mengatakan, sistem SKS pada dasarnya mirip kelas akselerasi. Bedanya, lanjutnya Wuryanto, jika kelas akselerasi siswa unggulan telah dikelompokkan sebelumnya dalam satu ruang, sistem SKS tidak ada pemisahan.

Ibaratnya, kompetisi dalam mencapai pagu SKS dikembalikan ke masing-masing siswa dalam memacu prestasi ataupun mengatasi ketertinggalan pelajaran dari siswa lain seangkatannya.

"Konsekuensinya memang ada siswa yang menyelesaikan semua SKS lebih cepat, artinya lulus kurang dari tiga tahun. Kemudian ada anak yang normal, selesai selama enam semester dan ada anak yang selesai di atas enam semester," kata Wuryanto.

Meski memberlakukan SKS, sistem pembelajaran tetap berbasis kelas. Sejauh ini ada tiga alternatif pembelajaran yang akan diberlakukan. Alternaif pertama, guru melayani semua kelompok siswa, baik yang cepat maupun yang lambat menyelesaikan SKS.

Alternatif kedua, ada kelompok pembelajaran. Secara khusus ada guru yang menangani kelompok yang cepat, yang normal dan yang lambat.

Namun untuk mereka tetap berada di satu kelas yang sama. Sementara alternatif ketiga, ada pengelompokan kelas berdasar kemampuan siswa.

Nantinya siswa yang cepat menyelesaikan SKS akan dikelompokan, demikian juga siswa yang normal, maupun yang lambat menyelesaikan SKS.

"Masih dimatangkan, mana yang sekiranya bisa dilaksanakan dan memudahkan semua," kata Wuryanto.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017