Jenewa (ANTARA News) - Pemerintah Aung San Suu Kyi di Myanmar berpotensi digolongkan sebagai "negara paria" seperti Korea Utara dan Suriah setelah menolak memberikan visa kepada tim PBB yang menyelidiki kondisi muslim Rohingya, kata sejumlah aktivis.
Pemerintah sipil peraih Nobel Perdamaian itu mengatakan pada 30 Juni bahwa tiga penyidik yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB tidak diterima, dengan alasan mereka mengadakan penyelidikan sendiri atas dugaan kekejaman terhadap kelompok minoritas tersebut.
Penolakan tersebut berarti "pukulan bagi korban yang mengalami pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh pasukan keamanan negara Myanmar," ungkap John Fisher, direktur Human Rights Watch di Jenewa, dalam sebuah pernyataan.
"Apakah pemerintah Aung San Suu Kyi sungguh ingin dimasukkan ke dalam grup negara sangat kecil dan memalukan yang menolak keputusan Dewan Hak Asasi Manusia?" katanya.
"Korea Utara, Eritrea, Suriah, dan Burundi adalah negara paria hak asasi manusia yang menghalangi penyelidikan internasional independen atas dugaan pelanggaran HAM, dan akan sangat konyol jika pemerintah pimpinan Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipilih secara demokratis di Myanmar melakukan hal serupa," imbuhnya.
Pada Senin, Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley juga meminta pemerintah Myanmar memberikan visa kepada misi pencarian fakta PBB, dengan alasan "masyarakat internasional tidak dapat mengabaikan apa yang sedang terjadi di Burma."
Wilayah utara negara bagian Rakhine ditutup sejak Oktober, ketika militer melancarkan operasi untuk memburu militan Rohingya yang melakukan serangan mematikan di pos polisi.
Lebih dari 90.000 muslim Rohingya dipaksa meninggalkan rumah mereka sejak Oktober tahun lalu, menurut perkiraan PBB.
Sebuah laporan PBB pada bulan Februari mengatakan kampanye melawan Rohingya, yang menolak kewarganegaraan dan hak-hak lain di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, "sangat mungkin" sebagai kejahatan perang.
Pada bulan Mei, dewan hak asasi manusia yang berbasis di Jenewa itu, menunjuk Indira Jaising dari India, Radhika Coomaraswamy dari Sri Lanka dan Christopher Dominic Sidoti dari Australia sebagai tiga anggota misi PBB.
Misi tersebut diperintahkan untuk "segera" menyelidiki pelanggaran yang dilaporkan dilakukan oleh pasukan keamanan, terutama di negara bagian Rakhine di mana tentara telah dituduh memperkosa, menyiksa dan membunuh anggota komunitas Rohingya, demikian AFP.
Penerjemah: Try Reza Essra
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017