Sebelumnya berdasarkan data Neraca Gas Bumi Indonesia, impor gas dilakukan mulai 2019 dengan perkiraan kebutuhan sebesar 1.672 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), kemudian pada 2020 sebesar 1.677 MMSCFD, 3.552 MMSCFD pada 2025, 3.722 MMSCFD pada 2030, dan terus meningkat sampai 3.548 MMSCFD pada 2035.
"Beberapa ladang gas dengan berhasilnya di Jangkrik, yang tadinya didesain menghasilkan 400 sampai 450 MMSCFD, setelah dites bisa ditingkatkan menjadi 600 MMSCFD. Jadi kemungkinan besar 2019 tidak perlu impor karena produksi kita bagus dari yang diperkirakan," kata Wirat di Jakarta, Rabu (12/7).
Wirat menjelaskan Lapangan Jangkrik yang dikelola oleh ENI dan akan berproduksi pada 2018 tersebut memiliki kapasitas produksi tambahan menjadi 600 MMSCFD dari yang sebelumnya hanya 450 MMSCFD.
Selain itu, Lapangan Tangguh Train 3 mulai mengalirkan gas "on stream" pada 2020 dan menambah pasokan hingga 3,8 MTPA (million ton per annual). Kemudian, produksi Blok Masela direncanakan mencapai 9,5 MTPA plus 150 MMSCFD.
"Tahun 2020 Tangguh Train 3 akan operasi, berarti supply kita akan naik lagi. Kita harap Masela pada 2025 sampai 2027, begitu produksi, supply akan naik lagi," kata dia.
Menurut Wirat, impor gas pada 2019 tidak perlu dilakukan karena kebutuhan gas dalam negeri tidak sebanyak yang diperkirakan. Kebutuhan gas untuk program penyediaan listrik 35.000 MW juga mengalami penurunan karena belum selesainya pembangunan PLTG.
"Kita harap PLTG punya PLN sudah diresmikan. Kalau sesuai itu, rencana konsumsi gas kita akan sesuai yang diharapkan karena pembangkit konsumsi gasnya lumayan besar, sedangkan untuk transportasi dan industri naiknya pelan-pelan," kata Wirat.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017