Canberra (ANTARA News) - Indonesia dan Australia sepakat untuk bekerja sama dalam pertukaran informasi untuk mengamankan perbatasan kedua negara dari berbagai bentuk kejahatan dan tantangan keamanan, seperti pencurian kayu dan ikan serta perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. "Sebenarnya ada keinginan Australia untuk bisa mengadakan operasi bersama dengan kita namun sejauh ini yang baru disepakati adalah `information sharing` (pertukaran informasi) antara Bakorkamla dan Border Protection Command (Komando Perlindungan Perbatasan)," kata Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Joko Sumaryono, kepada ANTARA News yang menghubunginya dari Canberra, Kamis malam. Menurut Joko Sumaryono yang sedang berada di Sydney dalam rangkaian kegiatan kunjungan beberapa harinya di Australia, kesepakatan dalam pertukaran informasi itu dicapai dalam pertemuannya dengan pemimpin BPC dan Northern Command (Komando Utara) di Canberra dan Darwin dua hari lalu. "Kerja sama pertukaran informasi ini mulai efektif dalam waktu dekat ini, dan beberapa hal yang menjadi perhatian bersama adalah masalah `illegal logging dan illegal fishing` (pencurian kayu dan ikan), serta kejahatan (perdagangan) narkotika," katanya. Dalam pertemuan dirinya dengan BPC, kedua pihak bertukar fikiran tentang masalah manajemen pengawasan perbatasan. BPC merupakan unit yang menyatukan sumberdaya dan keahlian beacukai dan pertahanan dengan tugas utama melindungi wilayah bahari negara benua itu dari berbagai ancaman keamanan, seperti terorisme, penyelundupan manusia, pencurian ikan, kegiatan ekspor dan impor yang dilarang, resiko karantina, dan bajak laut. Sementara itu, sebelumnya, Sekretaris I/Pensosbud Konsulat RI Darwin, Buchari Hasnil Bakar, yang dihubungi secara terpisah dari Canberra mengatakan, selama di Darwin, Kepala Pelaksana harian Bakorkamla, Joko Sumaryono, tidak hanya bertemu dengan unsur "Northern Command" yang bertanggungjawab terhadap pengamanan wilayah perairan utara Australia tetapi juga menjenguk puluhan nelayan tradisional Indonesia yang ditahan di Darwin. "Dalam kunjungannya ke Darwin hari Rabu (23/5), Pak Joko Sumaryono juga mendatangi `detention center` (pusat penahanan) untuk bertemu para nelayan tradisional asal Flores yang sedang ditahan sekaligus melihat fasilitas penahanan itu," kata Buchari. Terkait dengan penangkapan dan penahanan ke-49 orang nelayan asal Desa Deka, Kabupaten Ndao, Flores, Nusa Tenggara Timur oleh otoritas Australia sejak 16 Mei itu, Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu, TM Hamzah Thayeb, mengatakan, mereka sepenuhnya merupakan nelayan tradisional dengan enam perahu layar tak bermesin. Ia mengatakan, menindaklanjuti surat notifikasi penangkapan para nelayan tradisional ini, Konsulat RI di Darwin telah pun bertemu dengan para nakhoda perahu-perahu layar Flores ini guna memberikan pelayanan kekonsuleran yang pada intinya berupaya mengumpulkan informasi versi para nelayan. Penangkapan enam perahu layar tak bermesin dengan 49 orang nelayan tradisional pada 16 Mei dilakukan otoritas Australia karena mereka dituduh telah melanggar undang-undang tentang manajemen taman nasional Pulau Pasir karena menangkap teripang sebagai satwa yang dilindungi, katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007