"Gunung Rinjani itu pemandangannya sangat indah, tetapi sayangnya di sana banyak sampah," kata Siska Nirmala mengungkapkan pengalamannya saat mendaki Rinjani pada 2011.
Tak hanya Rinjani, setahun setelahnya saat dia dan teman-temannya melakukan perjalanan ke Semeru, dia juga terganggu oleh sampah yang bertebaran di mana-mana.
Hal tersebut akhirnya memotivasi perempuan kelahiran 1987 itu untuk melakukan pendakian tanpa menghasilkan sampah, karena menurut dia meski pendaki mebawa turun sampahnya tetap saja sampah seperti botol plastik akan sulit terurai.
Untuk memulai pendakian nol sampah, Siska bertekad untuk mengubah gaya hidupnya untuk tidak memproduksi sampah sama sekali.
Berbekal pengetahuan yang didapa saat pelatihan Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) di Bandung pada 2010, dia memulai hidup tanpa sampah.
"Kalau aku mau pendakian tanpa sampah aku harus mulai dari diri sendiri. Sejak 2013 aku mulai mengurangi sampah di rumah. Hal yang pertama aku lakukan adalah tidak meminum air dalam kemasan," kata dia.
Tak mudah memang untuk sama sekali tidak mengonsumsi air dalam kemasan, kadang-kadang dia juga sering tergoda untuk membeli minuman kesukaannya. Namun setelah berusaha selama setahun dia berhasil.
Agar tidak minum air mineral dalam kemasan dia membawa botol minum ke mana saja, jika sedang ingin menikmati minuman segar dia memilih minum jus di tempat. Dia meminta kepada penjual agar menyajikan jus digelas tanpa sedotan.
Hal yang kedua dilakukannya adalah tidak menerima plastik kresek saat berbelanja, menurut dia mengurangi kantong kresek tidak sesulit tidak mengonsumsi air dalam kemasan.
"Setelah setengah tahun mencoba mengurangi minum air dalam kemasan, aku baru mengurangi kresek. Sebenarnya aku punya kantong belanja lucu tapi enggak pernah dipakai karena enggak pede ngasi ke kasirnya. Tetapi begitu ada motivasi untuk ngurangi sampah, saat mau bayar kantongnya udah aku pegang supaya kasirnya langsung masukin barangnya ke dalam kantong," kata dia.
Dia juga menahan diri untuk tidak ke mini market agar tidak tergoda membeli makanan ringan yang kebanyakan dibungkus dengan plastik.
Motivasinya untuk tidak "nyampah" ternyata telah mengubah pola hidupnya lebih sehat. Dia tidak lagi mengonsumsi makanan ringan dan mulai banyak makan sayur-mayur yang dibelinya di pasar tradisional, efeknya makanan yang dikonsumsi jauh lebih sehat dan irit karena dia selalu masak sendiri, sampah makanannya pun dia kompos menggunakan keranjang takakura.
Menolak kantung plastik saat berbelanja di pasar tak semudah menolak kantung plastik saat berlanja di swalayan karena budaya penjual di pasar sangat "murah" memberi kantung plastik.
"Di pasar itu nolak kreseknya susah, mereka gampang banget ngasi kresek, terus kalau aku mau masukin belanjaan kantung kain mereka bilang jangan nanti kotor, atau mereka bilang plastik murah atuh neng. Akhirnya yaudah, daripada ribet menjelaskan tentang sampah, akhirnya aku bawa kantong plastik yang udah dipakai," kata dia.
Sambil berupaya mengurangi sampah di rumah, di sela-sela kesibukannya sebagai wartawan di "Pikiran Rakyat", Siska juga melakukan pendakian nol sampah yang diberi nama "Zero Waste Adventure".
Petualangan tanpa sampah itu dilakukan di lima gunung yaitu Gunung Gede (Jawa Barat), Papandayan (Jawa Barat), Tambora (NTB), Lawu (perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur), dan Argopuro (Jawa Timur) yang dimulai pada 2013 hingga 2015.
"Awalnya aku menargetkan mendaki 10 gunung dalam dua tahun, tetapi setelah dipikir-pikir jumlah gunung bukan tujuan utama, yang penting kampanye antisampah," kata dia.
Gunung Gede dipilih untuk didaki pertama kali, karena hanya dibutuhkan dua hari untuk mendaki gunung tersebut sehingga dia tak perlu membawa banyak perbekalan.
Ternyata menerapkan mendaki tanpa sampah tidaklah sulit, jika orang terbiasa untuk membawa mi instan sebagai perbekalan, Siska membawa beras serta sayur-sayuran untuk disop, dia juga membawa teh bubuk yang disimpannya di dalam wadah.
"Kami membawa sayur, beras, bahkan bawa melon, memang membawa perbekalan itu berat sih tapi itulah risiko mendaki," kata dia.
Dia pun mengompos sisa makanan dengan cara dikubur.
Setelah percobaan di Gunung Gede berhasil dia pun melanjutkan petualanggannya ke gunung yang lain.
"Yang paling seru itu di Argopuro karena jalurnya terpanjang di Indonesia dan memakan waktu lima hari untuk pendakian. Aku memang sengaja pilih ke sana mau nyobain bisa enggak ya mendaki tanpa sampah, ternyata sama aja sih," kata Siska.
Menurut dia yang tepenting dalam melakukan pendakian tanpa sampah adalah manajemen perbekalan. Pendaki harus menghitung hari dan perkiraan bekal yang dibutuhkan selama dalam perjalanan dan mengetahui tempat mata air.
"Misalnya pendakian lima hari kita butuh air berapa, di sana ada titik airnya enggak, kalau di Argopuro setiap pos ada air jadi kami cuma bawa dua botol minum kalau habis bisa isi ulang disungai. Membuat menu apa yang akan dimasak setiap harinya juga perlu, kalau mau membawa sayur bawa yang tahan lama seperti wortel, buncis atau kentang. Nah di Argopuro itu ada selada air, jadi hari ketiga dan keempat kita makan selada air di sana," kata Siska.
Setiap perjalanan itu, dia selalu mengajak teman yang berbeda-beda, niatnya untuk "meracuni" pikiran mereka agar tidak membawa sampah ke gunung.
Petualangannya tersebut unggah di akun instagramnya bernama "Zero Waste Adventure", berbagai respons mulai dari ingin menjadi bagian "Zero Waste Adventure", bertanya mengenai panduan membawa makanan tanpa plastik hingga cara mengompos sampah.
"Mereka suka salah mengira kalau Zero Waste Adventure adalah komunitas, padahal ini cuma akun pribadi untuk mengampanyekan gaya hidup tanpa sampah dengan cara mendaki. Respons yang datang macam-macam ada yang nanya cara ngurangi sampah botol, ada yang nanya cara ngompos, ada yang nanya cara bawa bekalnya," kata dia.
Menurut perempuan kelahiran 1987 itu, ada beberapa orang hanya fokus pada tidak membawa sampah ke gunung, tetapi perbekalan mereka hanya memindahkan makanan berbungkus plastik seperti sosis, atau bakso ke dalam wadah.
Ada juga yang fokus pada jumlah wadah yang dibawa saat pendakian, menurut dia asal kita dapat menyusun perbekalan dengan benar maka tak perlu banyak membawa wadah.
Misalnya sayur dan beras dapat dimasukkan ke dalam kantung kain, sementara telur dapat disimpan di dalam beras.
Kini, ekspedisi kelima gunung tersebut telah dituangkannya ke dalam buku yang berjudul sama seperti petualangannya.
Dia pun berniat mengampanyekan hidup tanpa sampah dengan cara yang lain salah satunya dengan susur budaya.
Oleh Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017