Ulaanbaatar (ANTARA News) - Warga Mongolia menggunakan hak pilih mereka dalam pemilihan presiden putaran kedua pada Jumat, sementara sinisme para pemilih makin tinggi dan para investor mengamati petunjuk arah negara Asia timur laut itu untuk memulihkan ekonominya.
Tempat pemungutan suara dilihat sebagai referendum mengenai rencana pemulihan ekonomi pemerintah dan peran negara raksasa tetangganya, China, di negara terkurung daratan kaya sumber daya yang dikenal sebagai tempat kelahiran Kaisar Mongol Genghis Khan itu.
Pemilihan presiden dilanjutkan ke putaran kedua setelah tidak ada satu pun dari ketika kandidat yang meraih suara mayoritas akhir bulan lalu.
Bekas bintang seni bela diri Khaltmaa Battulga dari oposisi Partai Demokrat memenangi sebagian besar suara pemilih, namun kurang dari yang dibutuhkan untuk menjadi pemenang suara mayoritas.
Para pemilih menganggap Battulga sebagai nasionalis yang mencurigai China. Ia berhadapan dengan kandidat partai berkuasa, Partai Rakyat Mongolia, Miyeegombo Enkhbold, yang berada di urutan kedua peraih suara terbanyak.
Enkhbold berdiri di belakang pemerintah dan perdana menteri sekarang, berjanji melanjutkan pemulihan ekonomi menyusul paket penyelamatan 5,5 miliar dolar AS dari Dana Moneter Internasional dan para mitra pada Mei.
Battulga menarik perhatian para pemilih yang merasa Mongolia melakukan kesepakatan buruk dalam investasi dan menjanjikan kontrol pemerintah yang lebih besar pada tambang-tambang strategis seperti tambang tembaga Oyu Tolgoi milik Rio Tinto.
Sementara Enkhbold berjanji mengirimkan uang yang dipinjam oleh dana kesejahteraan anak universal.
Beberapa pemilih yang berbicara dengan Reuters di Ulaanbaatar, ibu kota negara itu, menyampaikan kekecewaan mereka mengenai para kandidat.
"Meski mereka berjanji, mereka tidak akan melakukan apa-apa," kata Dagvadorj Gandi (23). "Sejujurnya, tidak ada yang bisa dipilih".
Rentsen Ichinkhorloo, insinyur berusia 49 tahun, mengatakan bahwa menurut dia para pejabat yang terpilih menempatkan diri mereka di depan kepentingan negara.
"Mereka membuat janji-janji supaya orang memilih, tapi sesudahnya mereka tidak menepatinya."
Hasil pemilihan putaran kedua akan keluar Sabtu.
Pemilihan presiden itu dibayangi tuduhan-tuduhan korupsi dan kecurangan dari semua pihak, dengan banyak pemilih cemas mengenai calon pilihan mereka dan ketidakmampuan pemerintah membawa kesejahteraan kepada mereka.
Namun negara dengan 1,9 juta pemilih itu juga memiliki pilihan ketiga menurut kampanye yang disebut "Surat Suara Putih" untuk membiarkan surat suara mereka kosong.
"Tujuan kami membuat semua pemilih tahu mereka punya pilihan untuk tidak memilih semuanya," kata juru bicara Mogi Badral Bantoi.
Bagi banyak pemilih, menyerahkan surat suara kosong merupakan upaya terakhir supaya tidak ada calon yang mendapat suara mayoritas, yang akan memaksa pemungutan suara lanjutan dengan kandidat-kandidat terpilih baru.
Mongolia menganut sistem demokrasi parlementer. Pemerintah dijalankan oleh perdana menteri, namun presiden punya kekuasaan untuk memveto legislasi dan penunjukkan yudidial. (Reuters)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017