Yogyakarta (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X meminta seluruh pengelola kampus di daerahnya memiliki sistem peringatan dini terhadap potensi penyebaran paham radikal.
"Kampus perlu memiliki sistem peringatan dini untuk mencegah infiltrasi senyap masuknya fundamentalisme dan radikalisme," kata Sultan dalam acara halalbihalal bersama pejabat, tokoh masyarakat, dan pengusaha di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Kamis malam.
Menurut Sultan, kampus-kampus di Yogyakarta bisa mencontoh Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai model untuk menangkal masuknya paham radikal.
Sebagai kampus Pancasila, menurut dia, UGM telah menempuh upaya konkret antara lain dengan membersihkan berbagai kegiatan bernuansa radikal dan kekhilafahan, mewajibkan dosen mata kuliah apapun untuk menyampaikan materi Pancasila minimal 30 menit, serta memprioritaskan kuliah agama Islam berdasarkan prinsip "rahmatan lilalamin".
Indonesia, menurut Sultan, perlu berkaca pada negara-negara lain di Timur Tengah seperti Irak dan Suriah yang susah payah memerangi ISIS. Di Indonesia bukan tidak mungkin gejala-gejala serupa muncul karena gerakan yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila terdeteksi keberadaannya.
"Mengingat betapa berbahayanya gerakan itu, sekali lagi perlu kewaspadaan dan pengamanan secara sadar oleh seluruh jajaran kampus di DIY," kata dia.
Menurut Sultan, Idul Fitri selayaknya dimaknai sebagai momentum untuk rekonsiliasi kultural serta membangun solidaritas sesama anak bangsa.
Dalam waktu bersamaan, kata dia, kebiasaan mengkafirkan antarsesama pemeluk agama sebagai karakteristik sikap yang mengarah pada fundamentaliame dan radikalisme agama harus dihindari.
"Benih-benih sikap yang meneror rasa kemanusiaan kita perlu sama-sama dihindari," kata Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017