Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri, dan mantan sekjen departemen itu, Andin H Taryoto, saling tunjuk terkait siapa pemberi ide adanya pengumpulan dana ilegal tersebut. Andin yang menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsi dengan terdakwa Rokhmin Dahuri yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, mengatakan ide pengumpulan dana non budgeter berasal dari terdakwa. "Beberapa hari sebelum rapim di DKP, Pak Menteri mengatakan mengapa di departemen lain bisa, sedangkan DKP tidak bisa memiliki dana tersebut," katanya. Kemudian, masih menurut Andin, pada saat pelaksanaan rapat pimpinan DKP yang berlangsung 20 Februari 2002, Rokhmin menyampaikan tentang perlunya membantu nelayan dan kegiatan yang tidak ada anggarannya. "Terdakwa saat itu mengatakan kita harus memabantu upaya nelayan dan masyarakat miskin. Ia menambahkan agar ada upaya eselon I untuk dana bagi bantuan tersebut," papar Andin. Selanjutnya usai rapim itu, Andin kemudian mengumpulkan sekretaris dirjen dan melanjutkan imbauan tentang adanya dana tersebut. "Secara total dana yang terkumpul sebesar Rp15 miliar, penggunaan antara lain Rp5,2 miliar untuk revisi UU Perikanan, Rp1,720 miliar keperluan menteri dan R3,993 miliar untuk keperluan sosial," paparnya. Menanggapi keterangan saksi, Rokhmin menyatakan tidak pernah memberikan ide pengumpulan dana non budgeter, ia hanya merespon keluhan permasalahan yang harus segera ditangani. "Pembicaraan tentang dana non budgeter tercetus begitu saja dalam rapim 20 Februari. Saya hanya mengatakan adalah kewajiban kita untuk membantu mereka," kata Rokhmin. Terdakwa justru mengatakan Andin yang mengatakan bahwa kalau di departemen lain ada dana non budgeter tersebut. "Demikian juga saat rapat koordinasi nasional saya tidak pernah rapat khusus untuk mengimbau pengadaan dana ini," kata Rokhmin. Sidang yang berlangsung mulai pukul 09.30 WIB dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago hingga pukul 14.00 WIB masih berlangsung dengan mendengarkan keterangan saksi lainnya, antara lain Kepala Biro Umum Ditjen Pulau-pulau Kecil dan Pesisir, Didi Sadeli. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri telah menyalahgunakan kekuasaan dan mengumpulkan dana secara tidak resmi sebesar Rp11,516 miliar. Dalam dakwaan pertama Rokhmin dinilai melanggar pasal 12 huruf e UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1)KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup atau maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Selain didakwa menyalahgunakan wewenangnya, Rokhmin juga didakwa menerima sejumlah uang dan hadiah, padahal diketahui pemberian ini berhubungan dengan jabatannya selaku Menteri Kelautan dan Perikanan. "Terdakwa menerima hadiah uang dalam rupiah sejumlah Rp1,95 miliar, dalam dolar AS sejumlah 5.000 dolar AS dan dalam bentuk dolar Singapura sejumlah 400.000 dolar Singapura serta satu unit mobil," kata JPU. JPU memaparkan pemberian itu berasal antara lain dari Dicky Iskandar Dinata, Direktur PT D Consorsium Indonesia, pada 20 Februari 2002 sebesar Rp150 juta. Selain itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Husni Mangga Barani, pada 13 November 2002 memberikan satu unit mobil Camry dan pada 24 Januari 2003 memberikan uang 5.000 dolar AS. "Pada 26 Agustus 2003, Direktur Utama Bank Bukopin, Sofyan Basir, memberikan uang Rp100 juta pada terdakwa dan Glen Glenardi, Direktur Usaha Kecil Mikro Koperasi Bank Bukopin, pada 27 Agustus 2004 memberikan sebesar Rp100 juta," kata anggota tim JPU Zet Tadung Alo saat membacakan surat dakwaan. Atas perbuatannya, maka terdakwa dinilai melanggar hukum sesuai pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 65 ayat (1) KUHP pada dakwaan kedua yang kedua. (*)
Copyright © ANTARA 2007